Bukan Pakar SEO Ganteng

Showing posts with label Idul Fitri. Show all posts
Showing posts with label Idul Fitri. Show all posts

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H

Gema tasbih, tahmid dan takbir memecah kesenyapan
Tak mungkin dibandingkan dengan besarnya kuasar

Tak mungkin dibandingkan dengan besarnya galaksi kembar

Dialah yang punya Arsyi tak bertepi
Dialah yang punya segala cakrawala

Segala segara
Segala cemerlang mega yang tak berlentera
Segala lintang yang tak bertiang

Segala nebula yang tak berjendela

Bahkan segala langit yang sulit diintip


Puasa usailah sebulan sudah

Tarawih lengkap, I’tikaf pun tak khilaf

Namun, muslim bersimbah asa dan tanya
“Apakah puasa saya diterima?”
Takbir mencibir gaun baru warna biru
yang mengetat di atas dengkul gadis bahenol. Zakat fitrah menceria sang fakir yang ketir di syawal pagi yang membahagia nurani Ketupat bertumpuk di segala ufuk
Sambal goreng berselera-selera di segala cakrawala

Bolu kukus berdus-dus mencengangkan para tikus

Nasi kuning tak membikin jiwa bening

Sebab jiwa kufur masih bertengger di sanubari.


Horseeeiii! Lebaran kebacut !

Menjadi pesta poranya pikiran kusut

Para setanpun bersorak menjegal silaturrahmi

Yang lupa waktu dan tak tahu diri.

Zhuhur terlewat berkat kunjungan panjang ke rumah sobat
Azar nyasar ke magrib...
berkat bertandang si dindun yang semakin heidun
Lantas isya diperkosa di malamnya pesta pora

Dan tegaknya shalat subuh menjadi runtuh
ketiban tubuh yang lusuh.

Mumpung Lebaran, aji mumpung kembali disanjung

Mumpung baju baru sepatu baru

Kue keju berselisih saling gurih di lidah yang semakin pedih

Mumpung kue nampang di setiap kandang

Dan si fakir yang ketiban zakat di hari lebaran kembali fakir


Melodi lama berkumandang riang

Melagukan ’sengsara badan’ dalam tone bariton

Si miskin dan si kaya kembali saling bertolak belakang

Puasa yang diharapkan mewujudkan kesederhanaan jiwa manusia, telah diartikan lain oleh segelintir makhluk yang bermental binal sehingga dampaknya jadi konsumtif.
 
Lebaran yang diharapkan mencanangkan manusia kembali kepada fitrahnya kembali kepada kejujurannya kembali kepada kesuciannya malah menjadi cikalnya mubazir.  

Akhirnya sang setanpun berteriak senang dalam kemenangan yang gemilang. Setan yang dikerangkeng oleh mental baja kita selama Ramadhan Yang dilandasi iman yang tangguh dan ketaqwaan tiada tara Yang diborgol oleh pengabdian tulus terhadap Allah SWT.
 
Semoga kita ini termasuk yang mampu mengkrangkeng setan Berkat puasa kita yang khusu’ Yang mewangun mental baja dalam melaksanakan amal shaleh hingga akhir hayat Perlu dicamkan ” Lebaran bukanlah bubarnya kebajikan
 
Puasa adalah wajib, Bersilaturahmi adalah baik kendati tak usahlah terpatok cuma setahun sekali Kapan dan dimanapun silaturahmi karena Allah itu mulia terlebih lagi pada hari Idul Fitri.
 

Saya sekeluarga mengucapkan

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H

TaqobbaLallaHu minNa wA MinKuM

Minal AidziN WaL FaidziN

Mohon MaaF LahiR & BaThiN


Photobucket
Pramudya Ksatria Budiman Idul Fitri , islam , Lebaran

Fenomena Mudik Lebaran

Mudik menjadi fenomena yang jarang ditemui di negeri lain kecuali Indonesia. Mudik atau kembali ke udik (kampung) tidak lagi menjadi sekadar tradisi, tapi mudik juga sebagai fenomena pergerakan dan mobilitas manusia Indonesia dalam kurun waktu singkat dan dalam sebuah gelombang yang luar biasa besar.

Angka-angka berikut membuktikan bahwa MUDIK menjadi fenomena unik dan menarik dari sebuah tradisi yang awalnya hanya berkutat pada masalah kefitrahan diri menjadi sebuah budaya mobilitas massal yang sangat masif dan konsumtif. Mulanya hanyalah menjaga silaturahmi dan keberkahan di antara kerabat, sahabat maupun orang-orang terdekat, berubah menjadi gelombang kehidupan yang mampu mempengaruhi tatanan ekonomi negara. Semua karena tradisi MUDIK!

SEKITAR 10 persen dari jumlah penduduk negeri ini (230.000.000 jiwa), atau sekitar 23 juta orang, melakukan mobilisasi secara bersamaan di saat MUDIK Lebaran. Dan setiap tahunnya, jumlahnya terus mengalami lonjakan.

Sekitar Rp 20 triliun uang kiriman yang masuk dari kantong-kantong tenaga kerja di luar negeri. Sekitar Rp 200an triliun uang beredar dan ditransaksikan pada saat mobilisasi mudik tersebut. Menjelang Lebaran, lalu lintas (traffic) ucapan selamat Lebaran mencapai 1,5 miliar SMS per hari. Sebanyak 1200 kecelakaan terjadi, dengan 260 jiwa mati sia-sia...

Luar biasa kesibukan menjelang lebaran. Ada yang sibuk bikin kue, ada yang sibuk antri pesan tiket pulang kampung, ada pula yang pergi ke mall beli baju dan sepatu baru, hingga mall dan pusat perbelanjaan padat manusia sementara masjid kosong melompong nyaris tak berpenghuni. Biasanya, awal Ramadhan Masjid penuh. Kini, di sepuluh hari terakhir, shalat tarawih hanya menyisakan beberapa shaf saja, itupun kebanyakan yang sudah berumur.

Stasiun, terminal dan bandara menjadi lautan manusia. Jalan macet dan angka kecelakaan meningkat tajam. Situasi seperti itu sudah menjadi hal yang biasa menjelang lebaran. Mudik, ya....... tradisi yang sudah begitu melekat. Seolah-olah tanpa mudik lebaran tak bermakna.

Sedihnya lagi, kebanyakan diantara yang mudik lebaran atau yang sibuk dengan baju baru dan kue lebaran justru melalaikan puasanya. Naudzubilahi min dzalik...... Puasa yang sedianya 29 hari atau maksimal 30 hari itu hanya bersisa hitungan jari.

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Satu kebajikan dibalas sepuluh kali lipat. Allah SWT menurunkan rahmat, menghapus dosa dan mengabulkan do’a. Allah SWT juga membangga-banggakan orang yang berpuasa kepada para malaikat-Nya. Namun tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah SWT pada bulan ini

Sepuluh malam terakhir bulan suci Ramadhan yang didalamnya terdapat malam kemuliaan, yang lebih mulia dari seribu bulan berlalu tanpa kesan. Sedangkan kebanyakan diantara kita menyibukkan diri dengan mudik, baju baru dan kue lebaran. Uang, mungkin jutaan rupiah kita rogoh untuk bertemu sanak famili di kampung sementara malam kemuliaan berlalu begitu saja. Seakan malam kemuliaan itu tidak penting dan bukanlah sesuatu yang dinanti-nanti, sebaliknya yang menjadi penantian justru mudik, baju baru dan kue lebaran.

Akankah malam kemuliaan itu pergi tanpa kesan?. Manakah yang lebih penting mudik untuk bertemu sanak keluarga dan bermaaf-maafan yang dapat kita lakukan tidak hanya saat lebaran dibandingkan dengan malam Lailatul Qadar, malam yang lebih mulia dari seribu bulan yang umur kita saja belum tentu bisa menggapainya?

Tradisi mudik, baju baru dan kue lebaran perlu menjadi bahan perenungan kita untuk ditinjau kembali. Kalaupun kita berbuat salah kepada orang tua atau kerabat lainnya, bukankah kita bisa minta maaf saat kita berbuat salah ketimbang kita tidak mendapatkan malam kemuliaan itu. Apakah kita menganggap mudik lebih penting dari malam kemuliaan?. Semoga saja tidak.




Denaihati
Pramudya Ksatria Budiman Idul Fitri , islam , Mudik lebaran

Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H

Sejumlah pihak memperkirakan jika penetapan 1 Syawal 1433 H/2012 M tidak akan ada perbedaan antar ormas layaknya penetapan 1 Ramadan lalu. Kepastian keseragaman penetapan lebaran ini tinggal menunggu versi pemerintah. Sebab Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1433 H jatuh pada 19 Agustus depan.

Dalam keterangan tertulisnya, PP Muhammadiyah menetapkan maklumat ini berdasarkan pada ijtimak jelang Syawal 1433 H terjadi pada Jumat pon 17 Agustus 2012 pukul 22.55 WIB. Mereka juga mengacu pada tinggi bulan pada saat itu.

Dengan kepastian tersebut, PP Muhammadiyah menginstruksikan kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk melaksanakan salat Idul Fitri 1433 H pada 19 Agustus 2012.

Pada kesempatan 1 Syawal 1433 H ini, PP Muhammadiyah juga menginstruksikan kepada seluruh penceramah untuk mensyiarkan poin-poin tertentu. Diantaranya adalah umat Islam diminta untuk memperkokoh silaturahmi, ukhuwah, dan usaha-usaha keberasamaan untuk meningkatkan kualitas hidup setelah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan.

Pesan berikutnya adalah, kepada para pejabat negara di eksekutif, legeslatif, dan yudikatif serta institusi lainnya diminta untuk mempelopori gerakan keteladanan atau (uswah hasanah). "Keteladanan ini seperti mempraktikkan sikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin murni, kata sejalan tindakan, cinta rakyat, dan bermoral," tutur Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Agung Danarto.

PP Muhammadiyah meminta para pejabat-pejabat di seluruh sektor tadi untuk menjauhi praktek-praktek dusta, korupsi, hidup bermewah-mewahan, dan menghalalkan segara cara untuk meraih tujuan.

"Ini bisa merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," jelas dia. PP Muhammadiyah berharap 1 Syawal 1433 H bisa menjadi momentum perubahan Indonesia menjadi ke arah lebih baik.

Sementara itu, meski masih akan membuktikan secara langsung lewat mekanisme rukyatul hilal, ada kemungkinan hasil pengamatan visibilitas bulan yang dilakukan PB NU nantinya juga akan sama dengan penetapan Muhammadiyah. Yaitu, jatuh pada 19 Agustus 2012.

Menurut Wakil Sekjen PB NU Abdul Mun'im DZ, hal itu didasarkan pada perkiraan hisab yang telah dilakukan. "Dari perkiraan hisab memang diperkirakan sudah bisa dirukyat, bulan sudah pada posisi cukup tinggi pada derajat tertentu," kata Abdul Mun'im, saat dihubungi, kemarin (10/8).

Meski demikian, dia menambahkan, hasil akhir ketetapan waktu lebaran nantinya tetap akan bertumpu pembuktian lewat rukyat, yang akan dilakukan pada 18 Agustus 2012. "Seperti yang sudah-sudah lah, kita tunggu hasil rukyat dulu. Tapi, kalau ditanya perkiraan, memang (lebaran) kemungkinan jatuh pada 19 Agustus. Tapi, itu baru perkiraan," tandasnya, kembali.
[SUMBER]

Denaihati
Pramudya Ksatria Budiman Idul Fitri , islam , Lebaran

Keistimewaan Bulan Syawal

Memasuki Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal! Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.



SETELAH melewati bulan Ramadhan, kita memasuki bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal!



Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.



Bulan Kembali ke Fitrah



Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.



Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari "peperangan" menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.



Bulan Takbir



Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias Malam Takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.



Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “"Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah Ia memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan" (QS. Al-Baqarah: 185).



Bulan Silaturahmi



Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.



Bulan Ceria



Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru –baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.



Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.



Puasa Satu Tahun



Amaliah yang ditentukan Rasulullah Saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.



“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)



“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).



Bulan Nikah



Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka.



Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Swt menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, a kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.



Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”. Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.



Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.



Bulan Peningkatan



Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.



Bulan Pembuktian Takwa



Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal-lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.



Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Wallahu a’lam.





Denaihati

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H

Gema tasbih, tahmid dan takbir memecah kesenyapan

Tak mungkin dibandingkan dengan besarnya kuasar


Tak mungkin dibandingkan dengan besarnya galaksi kembar


Dialah yang punya Arsyi tak bertepi

Dialah yang punya segala cakrawala


Segala segara
Segala cemerlang mega yang tak berlentera

Segala lintang yang tak bertiang


Segala nebula yang tak berjendela


Bahkan segala langit yang sulit diintip




Puasa usailah sebulan sudah


Tarawih lengkap, I’tikaf pun tak khilaf


Namun, muslim bersimbah asa dan tanya
“Apakah puasa saya diterima?”

Takbir mencibir gaun baru warna biru
yang mengetat di atas dengkul gadis bahenol. Zakat fitrah menceria sang fakir yang ketir di syawal pagi yang membahagia nurani Ketupat bertumpuk di segala ufuk

Sambal goreng berselera-selera di segala cakrawala


Bolu kukus berdus-dus mencengangkan para tikus


Nasi kuning tak membikin jiwa bening


Sebab jiwa kufur masih bertengger di sanubari.




Horseeeiii! Lebaran kebacut !


Menjadi pesta poranya pikiran kusut


Para setanpun bersorak menjegal silaturrahmi


Yang lupa waktu dan tak tahu diri.


Zhuhur terlewat berkat kunjungan panjang ke rumah sobat

Azar nyasar ke magrib...
berkat bertandang si dindun yang semakin heidun

Lantas isya diperkosa di malamnya pesta pora


Dan tegaknya shalat subuh menjadi runtuh
ketiban tubuh yang lusuh.



Mumpung Lebaran, aji mumpung kembali disanjung


Mumpung baju baru sepatu baru


Kue keju berselisih saling gurih di lidah yang semakin pedih


Mumpung kue nampang di setiap kandang


Dan si fakir yang ketiban zakat di hari lebaran kembali fakir




Melodi lama berkumandang riang


Melagukan ’sengsara badan’ dalam tone bariton


Si miskin dan si kaya kembali saling bertolak belakang

Puasa yang diharapkan mewujudkan kesederhanaan jiwa manusia, telah diartikan lain oleh segelintir makhluk yang bermental binal sehingga dampaknya jadi konsumtif.



Lebaran yang diharapkan mencanangkan manusia kembali kepada fitrahnya kembali kepada kejujurannya kembali kepada kesuciannya malah menjadi cikalnya mubazir. Akhirnya sang setanpun berteriak senang dalam kemenangan yang gemilang. Setan yang dikerangkeng oleh mental baja kita selama Ramadhan Yang dilandasi iman yang tangguh dan ketaqwaan tiada tara Yang diborgol oleh pengabdian tulus terhadap Allah SWT.



Semoga kita ini termasuk yang mampu mengkrangkeng setan Berkat puasa kita yang khusu’ Yang mewangun mental baja dalam melaksanakan amal shaleh hingga akhir hayat Perlu dicamkan ” Lebaran bukanlah bubarnya kebajikan



Puasa adalah wajib, Bersilaturahmi adalah baik kendati tak usahlah terpatok cuma setahun sekali Kapan dan dimanapun silaturahmi karena Allah itu mulia terlebih lagi pada hari Idul Fitri.



Saya sekeluarga mengucapkan

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H

TaqobbaLallaHu minNa wA MinKuM

Minal AidziN WaL FaidziN

Mohon MaaF LahiR & BaThiN





Photobucket

Keutamaan Bulan Syawal


Memasuki Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal! Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

SETELAH melewati bulan Ramadhan, kita memasuki bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal!

Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.

Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari "peperangan" menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias Malam Takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “"Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah Ia memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan" (QS. Al-Baqarah: 185).

Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

Bulan Ceria

Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru –baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.

Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.

Puasa Satu Tahun

Amaliah yang ditentukan Rasulullah Saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).

Bulan Nikah

Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka.

Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Swt menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, a kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.

Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”. Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.

Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

Bulan Peningkatan

Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.

Bulan Pembuktian Takwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal-lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Wallahu a’lam.

Kebenaran Vs Kemarahan


Teks religius yang bertebaran di bulan suci Ramadan, bukan hanya merupakan penyegaran teks iman yang merujuk Alquran dan hadist Nabi, di mana kedua ensiklopedia itu menjadi world view kebenaran umat muslim yang tak dapat dirasionalkan dengan teks logika manusia.

Maka implementasi teks religius Ramadhan akan mempunyai arti dan manfaat jika perilaku dan sikap kita konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Konsistensi satunya kata dengan perbuatan, tak hanya merupakan konsistensi teks religius dalam menjalankan ibadah , tapi juga termasuk pengabdian dalam menjalankan amanah rakyat.

Salah satu cara untuk mengimplementasikan teks religius Ramadan adalah dengan berupaya untuk tidak mencampur kebenaran dengan kemarahan. Betapapun kebenaran hendak ditegakkan, janganlah ia ditegakkan dengan mengumbar kemarahan, bertindak anarkis dan merusak.

Menegakkan kebenaran, memperjuangkan tegaknya hukum, apalagi itu hukum-hukum Allah secara langsung adalah tugas amat mulia dan amat tinggi nilainya. Tapi tidaklah boleh, mentang-mentang ingin menegakkan kebenaran, lalu itu dianggap sebagai legitimasi untuk melakukan pengrusakan.

Itu sebabnya, dalam perang sekalipun, Tuhan melarang menebang pohon, melarang menyakiti perempuan, orang tua, dan anak-anak.

Menegakkan kebenaran memang adalah tugas mulia. Tapi menggunakan kemarahan, tidak ada lain yang menjadi panglimanya kecuali iblis yang telah merasuk ke dalam hati.

Ketika seseorang merasa dirinya ingin menegakkan kebenaran, hukum, moral, keadilan atau kebaikan apapun, namun ketika ia melakukannya dengan umbaran kemarahan dan merusak, maka ia patut bertanya jujur pada dirinya sendiri, bertanya sedalam-dalamnya kepada nuraninya, apakah memang sungguh mau menegakkan kebenaran itu, atau sebenarnya ia sedang marah, sedang tidak suka kepada orang yang dimarahinya, atau dongkol karena ada keinginannya tidak terpenuhi.

Suatu ketika, dalam perang, sahabat Nabi, sosok yang sangat ditakuti kaum musyrikin, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, duel melawan seorang pentolan pasukan musuh. Tapi ketika Ali hendak menghunjamkan pedang ke dada musuhnya, tiba-tiba musuh itu meludahi wajah Ali karramallahu wajhah.

Seketika Ali mengurungkan niatnya menghunjamkan pedang ke dada musuh. Alasannya, dia khawatir tidak bisa membedakan motifnya membunuh musuh, apakah karena menjalankan perjuangan suci jihad fi sabilillah, atau karena marah sebab wajahnya diludahi.

Di belakang kebenaran ada Tuhan yang menjadi sumber kebenaran. Di balik kemarahan dengan dalih mau menegakkan kebenaran, ada iblis bertahta dalam hati, memerintah sebagai panglima.


Pramudya Ksatria Budiman Idul Fitri , Ramadhan , Renungan , Tauziyah

Manusia Atau Keledai


Keledai itu hewan mirip kuda. Tapi badannya lebih kecil. Dalam Alquran keledai beberapa kali disebut sebagai sebuah alegori.

Ketika Luqmanul Hakim memberi nasihat pada putranya, maka salah-satu isi nasihatnya, "Sederhanakanlah dirimu ketika berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."

Dalam Alquran, keledai disebut himar. Suaranya disebut sebagai seburuk-buruk suara. Bagaimanakah sebenarnya suara keledai? Walaupun bentuk badannya mirik kuda, suaranya tidak mirip kuda. Kuda meringkik sedangkan keledai tidak. Suara keledai, memang jelek didengar, melengking tajam. Ada yang menyebutnya seperti "merobek langit". Pokoknya, orang tidak suka mendengar suara keledai.

Untung saja keledai tidak sering bersuara, bahkan amat jarang memperdengarkan suaranya. Konon, ketika semua makhluk diciptakan, pertama kali yang dia keluarkan suaranya. Yang tidak mengeluarkan suara hanya keledai. Keledai baru bersuara ketika ia lapar. Dari sini ada I'tibar, jangan baru mau bersuara kalau menyangkut urusan perut. Itu namanya manusia keledai.

Ada yang mengatakan bahwa keledai adalah binatang paling dungu. Ternyata itu tidak benar. Keledai justru amat cerdas dan memorinya kuat.

Keledai dengan segera dapat menghapal satu rute perjalanan panjang dalam sekali menempuhnya. Dia akan segera hapal, mana lubang, mana batu dan mana bagian jalan yang jelek. Itu sebabnya, tuannya tidak perlu repot mengendalikannya. Keledai bahkan bisa dilepas sambil berjalan sendiri mengikuti rute yang sudah pernah dilaluinya dengan aman.

Zaman dulu, terutama di Timur Tengah, keledai merupakan andalan pengangkut beban. Bahkan para ulama menjadikannya sebagai pembawa kitab.

Tentang keledai bawa kitab ini, Tuhan mempunyai perumpamaan untuk pemuka-pemuka Yahudi dahulu. Mereka diumpamakan sebagai keledai yang membawa-bawa kitab, karena mereka hanya menenteng kitab Taurat di tangannya tapi tidak mengamalkan isinya.

Tentu saja perumpamaan itu tidak hanya ditujukan Tuhan kepada pemuka Yahudi pemegang Taurat. Ia juga berlaku pada siapa saja yang hanya pamer menenteng kitab suci namun tidak mau tahu isinya dan tentu saja tidak mengamalkannya.

Bulan Ramadan yang sudah kita lalui adalah momentum untuk kita semakin memanusiakan diri dengan sifat-sifat kemanusiaan sejati. Bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya Alquran. Di dalam Alquran ada alegori-alegori tentang hewan, seperti tentang keledai itu. Tujuannya agar manusia tetap sadar mau menjaga kemanusiaannya. Jangan sampai manusia lebih cenderung menghewan karena sifat-sifat buruknya.

Jangan sampai manusia jadi manusia keledai, yang baru bersuara kalau menyangkut urusan perut. Betapa bahayanya manusia bila nafsu menyeretnya hingga berperilaku bagai hewan. Daya rusaknya terhadap kehidupan sangat besar dan berlangsung lama. Betapa tidak, karena manusia punya kecerdikan berpikir. Ketika kecerdikannya terpadu dengan nafsu buruknya, maka lahirlah manusia licik yang amat bahaya. Semoga saja kita tidak termasuk di dalamnya, Amin.