Bukan Pakar SEO Ganteng

Showing posts with label Upacara Adat.. Show all posts
Showing posts with label Upacara Adat.. Show all posts

UPACARA KEMATIAN BERNILAI MILYARAN

Mabbadong
Ketidakpastian akan misteri kehidupan setelah mati, menciptakan kekhawatiran akan nasib si mati di alam baka. Di dataran tinggi Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan, upaya untuk menguak misteri itu telah menciptakan sebuah prosesi religius yang begitu rumit, kompleks, dan memakan banyak tenaga serta biaya. Masyarakat Toraja menyebutnya dengan Upacara Rambu Solok.

Ritual itu dikenal sebagai upacara pengantar jenazah seseorang ke penguburan.


Meski hanya sebuah ritual kematian, penyelenggaraan upacara itu layaknya sebuah pesta besar. Sebab, puluhan ekor kerbau dan babi mesti dikorbankan dengan melibatkan massa secara kolosal dan membutuhkan dana puluhan hingga ratusan juta bahkan milyaran rupiah.

Jika mengikuti tata cara Aluk To Dolo, upacara Rambu Solok sebenarnya adalah upacara yang rumit dan kompleks. Namun, sejak masuknya agama Kristen, Katolik, dan Islam, beberapa bagian prosesi telah dihilangkan. Kini, secara umum, ada empat bagian prosesi yang masih terus dilakukan, yaitu Mapalao, penerimaan tamu, penyembelihan kerbau, dan penguburan.


Upacara Mapalao adalah ritual untuk membawa jenazah ke pusat prosesi, yaitu di rumah adat Tongkonan. Mapalao dilakukan dengan mengarak keranda jenazah dari rumah tinggal menuju Tongkonan keluarga. Di sanalah, jenazah disemayamkan sementara waktu di sebuah Lakean yang terletak di ujung Tongkonan.

Usai upacara Mapalao, keluarga menerima kedatangan para tamu untuk memberi penghormatan terakhir kepada almarhum. Bunyi lesung yang ditabuh sejumlah wanita menjadi pertanda ada tamu yang datang.

Para tamu datang dalam kelompok-kelompok keluarga dengan membawa hewan seperti kerbau dan babi untuk disumbangkan. Setiap kali rombongan tamu tiba, tuan rumah segera membawa mereka ke Lantang dan menyediakan hidangan. Di saat yang sama, alunan kidung kesedihan dari penari Renteng sengaja dilantunkan untuk menggambarkan sejarah hidup almarhum.


Proses yang agak rumit terjadi saat upacara penyembelihan kerbau. Sebab, hewan yang telah diterima keluarga, baik dari sumbangan maupun keluarga sendiri akan dihitung oleh panitia yang terdiri dari keluarga, aparat desa, dan masyarakat adat. Dalam proses ini, sering terjadi negosiasi yang alot.

Terkadang, protes datang karena ketakpuasan soal jumlah kerbau yang harus disembelih. Namun, kesepakatan akhir tetap harus terjadi, tak peduli proses negosiasi berakhir dengan protes. Di depan Tongkonan dan keranda jenazah, satu demi satu tebasan pedang para penjagal mengakhiri ajal sang kerbau.


Setelah semua rangkaian upacara telah dilewati maka saatnya dilakukan penguburan. Masyarakat Toraja mempunyai tradisi unik dalam mengubur orang yang telah mati. Penguburan tak dilakukan di tanah, tapi di goa-goa alam yang terletak di tebing-tebing pegunungan. Bahkan, mereka meyakini bahwa semakin menantang proses penguburan maka semakin tinggi pula derajat keluarga yang meninggal.

Akhirnya, sebuah prosesi penguburan yang sangat berbahaya dilakukan. Mulai dari kelincahan, keberanian, serta dorongan keyakinan spiritual. Terkadang, nyawa harus dipertaruhkan dalam proses penguburan ini. Semuanya dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa yang diperbuat akan membahagiakan leluhur yang telah meninggal.

Berikut beberapa foto tentang ritual Rambu Solok yang saya Copy dari sini




Rombongan keluarga besar dan jenazah memasuki rante di Tongkonan Tombang, Tosapan, Kecamatan Makale, tempat terakhir almarhumah disemayamkan. Jarak yang ditempuh sekitar tiga kilometer.




Jenazah dibawa ke lakkean, tempat khusus selama upacara berlangsung, dan foto almarhumah dengan berbagai dekorasi hitam dan merah.



Babi pun diboyong ke rante untuk dipotong dan dibagi-bagikan.





Adu kerbau ikut mewarnai rangkaian upacara. Orang sering bertaruh uang dalam atraksi adu kerbau ini.

Kerbau Belang ( Tedong Bonga) yang harganya paling murah 150 juta rupiah turut disembelih

Kerbau yang disembelih dengan cara berdiri.




Daging yang dilemparkan ke berbagai arah penjuru angin, menandakan penghormatan ke seluruh wilayah tongkonan.




Ma'badong, tarian khas dalam upacara rambu solok, membuat penarinya terhanyut dalam suasana ritual

Bagaimana pun, rambu solok telah menjadi fenomena dalam kehidupan masyarakat, bahkan tidak jarang melahirkan sikap pro dan kontra. Pada satu sisi budaya ini dianggap positif. Bukan hanya dalam rangka melestarikan adat istiadat dan tradisi, tapi juga berdampak pada kehidupan keseharian masyarakat, terutama dengan kebersamaan dan kerjasama warga.

Belum lagi jika dikaitkan dengan pengembangan sektor pariwisata, karena tradisi ini dianggap sebagai salah satu sektor unggulan dan sangat potensial mendatangkan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.


Di sisi lain, kritik terhadap pelaksanaan pesta ini juga mulai berkembang. Penggunaan dana yang terkadang mencapai angka puluhan miliar dinilai oleh sebagian kalangan telah di ambang batas kewajaran, dan menciptakan budaya boros bagi masyarakat. Untuk sebagian warga, biaya pelaksanaan pesta rambu solok akan terasa sangat besar dan menjadi beban bagi mereka.

Meski demikian, mereka tetap harus melaksanakannya, dalam rangka menjaga gengsi dan popularitas. Belum lagi kewajiban untuk membayar utang bagi mereka yang telah membantunya saat pelaksanaan pesta.


Pro-kontra terhadap pelaksanaan ritual ini tentunya harus bisa disikapi secara bijak. Sebagai sebuah tradisi yang telah menjadi aset daerah tentunya kita tidak ingin budaya ini hilang. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari segenap elemen dan pelaku pembangunan untuk menemukan formula efektif dan menguntungkan.

Di tingkat masyarakat perlu terbangun kesadaran bahwa pelaksanaan pesta yang berlebihan akan lebih banyak berimplikasi negatif dibandingkan positifnya.


Déjà vu ; SEBUAH CATATAN


Beberapa waktu yang lalu, saya kedatangan seorang tamu dari Jakarta. Seorang sahabat lama yang baru kali ini bertemu langsung dimana sebelumnya kami hanya akrab melalui sahabat pena sejak kami sama2 masih berstatus siswa SMP.
Kedatangannya ke Sulsel adalah untuk berwisata ke Tanah Toraja yang menurut penuturan temannya dalam waktu 2 atau 3 hari ini akan diadakan pesta adat kematian Rambu solo. Mereka berdua meminta saya untuk menjadi guide, dalam hati aku berpikir kebeneran nih,... aku juga belon pernah melihat langsung acara seperti itu.

Saya tidak akan menceritakan bagaimana perjalanan saya sampai tiba di Toraja, namun saya akan jelaskan tentang pesta adat Rambu Solo dan fenomena yang terjadi dalam diri saya ketika berada disana.

Bangga rasanya berada di tengah-tengah tamu yang mayoritas orang bule melihat tontonan budaya dan adat yang sedikit`aneh`……kenapa saya katakan `aneh` coba anda bayangkan acara pesta Rambu solo adalah acara kematian, dimana yang punya hajat harus merogoh kocek sampai milyaran rupiah , bukannya beban kalo tiap tahun keluarga ada yang mati?bisa bangkrut kan.!!

Bagi suku Toraja(sulawesi selatan,indonesia), Rambu Solo` adalah upacara untuk memakamkan leluhur atau orang tua tercinta. Tradisi leluhur ini sekaligus menjadi perekat kekerabatan masyarakat Toraja terhadap tanah kelahiran nenek moyang mereka.

Adapun, orang Toraja meyakini, seorang bangsawan akan mendapatkan tempat yang terhormat dalam strata sosial masyarakat. Mereka selalu menjunjung tinggi orang yang berstatus bangsawan untuk dihormati serta dicintai layaknya seorang raja. Pandangan semacam inilah yang acap ditemui di dalam masyarakat adat Toraja hingga sekarang.

Saya tidak akan menjelaskan tentang bagaimana prosesi Rambu solo itu sampai selesai, namun kalau sobat blogger ingin mengetahui lebih lanjut, silahkan klik disini.

Yang saya akan bahas lebih jauh adalah fenomena yang terjadi dalam diri saya selama dua hari berada disana.

Pada waktu pemotongan kerbau yang berjumlah lebih 40 ekor saya merasakan bahwa sebelumnya saya pernah hadir ditempat ini dalam situasi yang persis sama yang saya rasakan saat itu. Namun perasaan ini saya simpan dan setelah tiba di penginapan saya ungkap kepada teman saya itu, yang memang berprofesi sebagai seorang psikolog (seperti Diajeng dari Dublin nih).

Ternyata saya mengalami suatu fenomena yang disebut Déjà vu. Saya pernah mendengar istilah itu,....... dan setelah tiba di rumah, saya langsung browsing istilah itu dan saya menemukan beberapa penjelasan, namun rasa tidak puas menuntun saya untuk pergi ke sebuah Toko Buku dan mencari Judul yang direkomendasikan oleh kedua sahabat saya.

Dalam buku "Otak Sejuta Gigabyte (Eric Jensen dan Karen Markowittz)" penjelasannya saya rangkum sebagai berikut :

Kata Déjà vu berasal dari bahasa Prancis yang artinya ’pernah melihat’. Kata ini pertama kali digunakan pada akhir abad kesembilan belas, dan dipakai untuk menggambarkan suatu fenomena yang paling membingungkan yang terkait dengan ingatan, yaitu perasaan bahwa seseorang pernah mengalami suatu situasi tertentu pada masa lalu, meskipun orang bersangkutan memiliki ingatan sadar tentang hal tersebut, Déjà vu biasanya terjadi secara spontan, tiba-tiba, dan tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu. Perasaan ini tidak bisa diramalkan, diantisipasi, atau didorong. Suatu ketika, Anda sedang berjalan-jalan di sebuah taman, dan tiba-tiba saja, Anda merasa bahwa anda pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya. Anda akan bertanya-tanya, mungkinkah Anda sedang memasuki kembali sejumlah stimulus indriawi atau perasaan yang berasal dari mimpi yang terlupakan atau dari kehidupan masa lalu?

Déjà vu menyebabkan seseorang merasa bingung atau khawatir tentang kesehatan mental mereka. Namun, ini bukan sesuatu yang luar biasa, dan bukan juga berarti bahwa anda ’kehilangan akal sehat’. Perasaan mengenal yang tidak bisa dijelaskan disini, kenyataannya mungkin merupakan hasil dari suatu interaksi elektrokimia tertentu di dalam otak anda. Meskipun para ahli psikologi dan ahli ingatan masih belum dapat menyimpulkan sumber Déjà vu, namun para ahli berpendapat bahwa sensasi semacam itu mungkin diaktifkan dibagian penghubung otak yang disebut LOBUS TEMPORIAL.

Bertahun-tahun lamanya, fenomena Déjà vu telah menjadi bahan perdebatan para psikolog dan psikiater. Mereka juga mengamati bahwa sensasi tersebut kerap terjadi setelah seseorang mengalami cedera di bagian lobus temporalis, dan sering dialami oleh penderita epilepsi lobus temporalis. Para ilmuwan saraf kemudian menemukan bahwa sensasi semacam itu bisa dimunculkan pada subjek-subjek yang sehat dengan memberikan stimulus listrik di daerah lobus temporal.

Ada beberapa teori yang menjelaskan hal itu. Beberapa ahli psikologi percaya bahwa Déjà vu seperti ini merupakan akibat dari terpecahnya ingatan, atau kombinasi elemen dari situasi yang sedang berlangsung, yang karena satu alasan telah memicu munculnya suatu pengalaman masa lalu, yang tidak dapat dikenali oleh pikiran yang sadar. Sementara itu, ahli-ahli lain percaya bahwa Déjà vu merupakan suatu penyimpangan proses indriawi, yaitu ketika otak salah menafsirkan suatu kesan yang baru dan menganggapnya sebagai kesan lama yang teringat kembali. Déjà vu pernah dijelaskan sebagai kesadaran ganda, yaitu tiba-tiba kita merasa aneh dengan lingkungan sekitar kita yang membangkitkan sensasi spontan yang menyimpang dan membuat kita merasakannya seperti sebuah ingatan.

Meskipun para ahli belum bisa memastikan apa yang memicu terjadinya Déjà vu, namun kejadian ini memberikan gambaran betapa rumitnya sistem ingatan kita.

Lalu, bagaimana dengan Déjà vu yang saya alami dan juga mungkin pernah dialami oleh banyak orang yang notabene menganggap bahwa dirinya sehat, tanpa menerima stimulus listrik pada otak mereka? Apakah saya sekarang ini Reinkarnasi dari kehidupan sebelumnya?

Saya tunggu komentar dari Blogger sekalian, terutama tentunya Diajeng Dari Dublin