Prita Mulyasari akhirnya bisa bernafas dengan lega. Dia dinyatakan bebas oleh Majelis Hakim karena dianggap tidak terbukti melanggar hukum dan membebaskan dari semua dakwaan di Pengadilan Negeri Tangerang.
Keputusan Majelis hakim pagi tadi, "Menyatakan terdakwa Prita Mulyasari bebas dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik," kata Ketua Majelis Hakim, Arthur Hangewa, di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Tangerang, Selasa (29/12/2009).
Kedua, kata Arthur, membebaskan Prita dari dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum.
Ketiga, memulihkan nama baik dan martabat terdakwa. Selanjutnya, keempat menyita barang bukti dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Prita tampak memanjatkan syukur dengan mengusap wajahnya. Puluhan pendukung Prita pun bersorak gembira. "Hidup Prita! Allahu Akbar!"
Prita langsung maju ke depan meja hakim dan melakukan sujud syukur.
Usai persidangan , Prita Mulyasari mengaku tidak dendam terhadap RS Omni Internasional. Prita juga membuka seluas-luasnya pintu maaf pada rumah sakit itu.
Dukungan terhadap Prita memang sangat besar dipersidangan hari ini. dukungan moral diberikan kepada Prita oleh kelompok masyarakat dari berbagai elemen seperti BEM Uniersitas Mathlaul Anwar, Pakar ITE Lucky Alamsyah, Gerakan Pemuda Islam Tangerang, Komnas Ham, Komisi Yudisial, para blogger hingga anggota DPR dan partai politik.
Sebelumnya, pengacara Prita Mulyasari tetap yakin kliennya akan divonis bebas. "Sampai detik ini, kami yakin majelis hakim akan membebaskan Prita," ujar anggota kuasa hukum Prita dari OC Kaligis and Associated, Slamet Yuwono, sebelum sidang, pagi ini.
Keyakinan tersebut, kata dia, berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung dimana keterangan saksi maupun ahli menyatakan bahwa Prita tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan. "Jaksapun tidak bisa membuktikan tuduhan itu," kata Slamet.
Selain itu, kata dia, hakim tidak akan menutup mata dengan derasnya dukungan masyarakat luas yang setia menyoroti dan mengikuti kasus ini. "Tingginya respon masyarakat dan dukungan untuk Prita, berarti kebenaran memang ada pada Prita, masyarakat luas tidak mungkin membela orang yang salah," kata Slamet.
Slamet menilai, selama proses persidangan tidak ada satu buktipun yang mampu membuktikan Prita bersalah. "Kami yakin majelis hakim yang terhormat bisa melihat kasus ini dengan objektif, menggunakan hati nuraninya dalam memutuskan perkara ini," ucapnya.
Terkait dengan buntunya upaya damai antara Prita dengan RS Omni yang digagas oleh Departemen Kesehatan, Slamet mengatakan, hal itu tidak akan mempengaruhi keputusan persidangan hari ini. "Akte damai hanyalah penunjang saja," katanya.
Pada bagian lain, Komisi IX bidang Kesehatan DPR RI tetap merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra yang telah mengugat dan mempidanakan mantan pasiennya, Prita Mulyasari. "Kami tetap merekomendasikan agar ijin rumah sakit Omni dicabut," ujar Wakil Ketua Komisi IX,DPR RI, Irgan Chairul Mahfiz yang hadir dalam persidangan Prita, hari ini.
Irgan yang sengaja datang mewakili komisi IX, Partai Persatuan Pembangunan untuk memberikan dukungan moral terhadap Prita yang hari ini akan divonis. "Hakim harus membebaskan Prita," kata Sekretaris Jenderal PPP ini.
Dia menyatakan, kasus Prita Mulyasari merupakan bentuk arogansi sebuah rumah sakit terhadap pasiennya. Tindakan mengugat dan mempidanakan pasien yang dilakukan RS Omni adalah suatu tindakan yang tidak wajar. "Apalagi ini ada label Internasionalnya, sungguh tidak wajar, semestinya mereka lebih mengedepankan pelayanan," kata Irgan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang ditemui wartawan di tempat terpisah menyambut baik vonis bebas terhadap Prita Mulyasari (32) oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
"Berarti aspirasi masyarakat bisa terwujud. Dan yang mengejutkan, putusan Pengadilan Negeri Tangerang membuktikan bahwa Prita tidak terbukti bersalah," ujar Ratu Hemas.
Terkait koin Prita yang sudah terkumpul dengan jumlah total terakhir Rp. 802 juta, Ratu mengatakan, hal ini bisa dimanfaatkan untuk menolong orang lain yang tengah menghadapi masalah serupa.
Putusan kasus Prita merupakan sinyal betapa mahalnya mendapatkan keadilan atas nama orang kecil. Jaminan konstitusi bahwa adanya persamaan hak di muka hukum (equality before the law) sedikit bisa terjawab.
Terlepas dari isi kasusnya, Prita telanjur dijadikan simbol perlawanan atas arogannya dewi keadilan di tanah air. Proses hukum terkadang sudah diidentikkan dengan barang dagangan yang dapat menimbulkan kebangkrutan keadilan (bankruptcy of justice).
Palu hakim acapkali lebih berpaling kepada mereka yang berduit. Asumsi tersebut memang tidak dapat digeneralisasi, tetapi setidaknya kasus Prita menjadi pelajaran bahwa lembaga peradilan kita masih perlu pembenahan.
Sepertinya kita harus lebih dewasa lagi dalam berpikir dan bersikap. Kita harus dapat melihat sebuah permasalahan dengan berbagai pertimbangan. Setidaknya ada pertimbangan tentang nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan yang menjadi patokan di dalamnya.
Kita jangan hanya berpedoman pada Undang-undang yang sering menyesatkan dan sering menimbulkan perdebatan. Kita jangan hanya mengutamakan kepentingan pribadi kita saja, sedangkan kepentingan pribadi orang lain sering kita korbankan.
Kedewasaan dalam beretika dan berpikir harus kembali kita kedepankan. Karena berbagai permasalahan yang kini marak terjadi di negara kita, pada dasarnya disebabkan oleh sikap dan prilaku manusia-manusia di negara kita yang kini sepertinya sudah tidak beretika lagi sehingga sering bertindak (bersikap) tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Sekarang yang kita butuhkan hanyalah kedewasaan berpikir dalam memahami setiap permasalahan guna mencari jalan terbaik yang seharusnya. Jadi bukan malah memperuncing permasalahan dan saling berkeras untuk mengklaim sebagai pihak yang benar dengan menjadikan Undang-undang sebagai senjata yang mematikan.
Dirangkum dari berbagai sumber.
Keputusan Majelis hakim pagi tadi, "Menyatakan terdakwa Prita Mulyasari bebas dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik," kata Ketua Majelis Hakim, Arthur Hangewa, di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Tangerang, Selasa (29/12/2009).
Kedua, kata Arthur, membebaskan Prita dari dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum.
Ketiga, memulihkan nama baik dan martabat terdakwa. Selanjutnya, keempat menyita barang bukti dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Prita tampak memanjatkan syukur dengan mengusap wajahnya. Puluhan pendukung Prita pun bersorak gembira. "Hidup Prita! Allahu Akbar!"
Prita langsung maju ke depan meja hakim dan melakukan sujud syukur.
Usai persidangan , Prita Mulyasari mengaku tidak dendam terhadap RS Omni Internasional. Prita juga membuka seluas-luasnya pintu maaf pada rumah sakit itu.
Dukungan terhadap Prita memang sangat besar dipersidangan hari ini. dukungan moral diberikan kepada Prita oleh kelompok masyarakat dari berbagai elemen seperti BEM Uniersitas Mathlaul Anwar, Pakar ITE Lucky Alamsyah, Gerakan Pemuda Islam Tangerang, Komnas Ham, Komisi Yudisial, para blogger hingga anggota DPR dan partai politik.
Sebelumnya, pengacara Prita Mulyasari tetap yakin kliennya akan divonis bebas. "Sampai detik ini, kami yakin majelis hakim akan membebaskan Prita," ujar anggota kuasa hukum Prita dari OC Kaligis and Associated, Slamet Yuwono, sebelum sidang, pagi ini.
Keyakinan tersebut, kata dia, berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung dimana keterangan saksi maupun ahli menyatakan bahwa Prita tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan. "Jaksapun tidak bisa membuktikan tuduhan itu," kata Slamet.
Selain itu, kata dia, hakim tidak akan menutup mata dengan derasnya dukungan masyarakat luas yang setia menyoroti dan mengikuti kasus ini. "Tingginya respon masyarakat dan dukungan untuk Prita, berarti kebenaran memang ada pada Prita, masyarakat luas tidak mungkin membela orang yang salah," kata Slamet.
Slamet menilai, selama proses persidangan tidak ada satu buktipun yang mampu membuktikan Prita bersalah. "Kami yakin majelis hakim yang terhormat bisa melihat kasus ini dengan objektif, menggunakan hati nuraninya dalam memutuskan perkara ini," ucapnya.
Terkait dengan buntunya upaya damai antara Prita dengan RS Omni yang digagas oleh Departemen Kesehatan, Slamet mengatakan, hal itu tidak akan mempengaruhi keputusan persidangan hari ini. "Akte damai hanyalah penunjang saja," katanya.
Pada bagian lain, Komisi IX bidang Kesehatan DPR RI tetap merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra yang telah mengugat dan mempidanakan mantan pasiennya, Prita Mulyasari. "Kami tetap merekomendasikan agar ijin rumah sakit Omni dicabut," ujar Wakil Ketua Komisi IX,DPR RI, Irgan Chairul Mahfiz yang hadir dalam persidangan Prita, hari ini.
Irgan yang sengaja datang mewakili komisi IX, Partai Persatuan Pembangunan untuk memberikan dukungan moral terhadap Prita yang hari ini akan divonis. "Hakim harus membebaskan Prita," kata Sekretaris Jenderal PPP ini.
Dia menyatakan, kasus Prita Mulyasari merupakan bentuk arogansi sebuah rumah sakit terhadap pasiennya. Tindakan mengugat dan mempidanakan pasien yang dilakukan RS Omni adalah suatu tindakan yang tidak wajar. "Apalagi ini ada label Internasionalnya, sungguh tidak wajar, semestinya mereka lebih mengedepankan pelayanan," kata Irgan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang ditemui wartawan di tempat terpisah menyambut baik vonis bebas terhadap Prita Mulyasari (32) oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
"Berarti aspirasi masyarakat bisa terwujud. Dan yang mengejutkan, putusan Pengadilan Negeri Tangerang membuktikan bahwa Prita tidak terbukti bersalah," ujar Ratu Hemas.
Terkait koin Prita yang sudah terkumpul dengan jumlah total terakhir Rp. 802 juta, Ratu mengatakan, hal ini bisa dimanfaatkan untuk menolong orang lain yang tengah menghadapi masalah serupa.
Putusan kasus Prita merupakan sinyal betapa mahalnya mendapatkan keadilan atas nama orang kecil. Jaminan konstitusi bahwa adanya persamaan hak di muka hukum (equality before the law) sedikit bisa terjawab.
Terlepas dari isi kasusnya, Prita telanjur dijadikan simbol perlawanan atas arogannya dewi keadilan di tanah air. Proses hukum terkadang sudah diidentikkan dengan barang dagangan yang dapat menimbulkan kebangkrutan keadilan (bankruptcy of justice).
Palu hakim acapkali lebih berpaling kepada mereka yang berduit. Asumsi tersebut memang tidak dapat digeneralisasi, tetapi setidaknya kasus Prita menjadi pelajaran bahwa lembaga peradilan kita masih perlu pembenahan.
Sepertinya kita harus lebih dewasa lagi dalam berpikir dan bersikap. Kita harus dapat melihat sebuah permasalahan dengan berbagai pertimbangan. Setidaknya ada pertimbangan tentang nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan yang menjadi patokan di dalamnya.
Kita jangan hanya berpedoman pada Undang-undang yang sering menyesatkan dan sering menimbulkan perdebatan. Kita jangan hanya mengutamakan kepentingan pribadi kita saja, sedangkan kepentingan pribadi orang lain sering kita korbankan.
Kedewasaan dalam beretika dan berpikir harus kembali kita kedepankan. Karena berbagai permasalahan yang kini marak terjadi di negara kita, pada dasarnya disebabkan oleh sikap dan prilaku manusia-manusia di negara kita yang kini sepertinya sudah tidak beretika lagi sehingga sering bertindak (bersikap) tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Sekarang yang kita butuhkan hanyalah kedewasaan berpikir dalam memahami setiap permasalahan guna mencari jalan terbaik yang seharusnya. Jadi bukan malah memperuncing permasalahan dan saling berkeras untuk mengklaim sebagai pihak yang benar dengan menjadikan Undang-undang sebagai senjata yang mematikan.
Dirangkum dari berbagai sumber.
Pramudya Ksatria Budiman
berita
,
Prita Mulyasari