Sejak beberapa hari ini, nyaris setiap hari hujan turun di tempat saya, ....Bahkan tiga hari ini, setiap sore turun hujan lebat yang sering disertai petir. Hujan membuat cuaca terasa lebih dingin, setelah berbulan-bulan panas menyengat. Tunas daun mulai tumbuh, udara terasa segar, terutama di pagi hari saat kita mulai membuka pintu rumah.... para petani dibelakang rumah mulai semangat membajak sawah menyambut saat musim tanam tiba.
Postingan ini saya buat disaat hujan masih saja terus turun,... sambil memandangi percikan air hujan yang membasahi kuntum-kuntum melati yang sementara bersorak kegirangan, pikiran saya menerawang ..... akan sebuah tulisan yang pernah saya baca .
Allah SWT menciptakan air di awan. Kadang dengan mengubah udara menjadi air. Adakalanya udara membawa air itu dari laut lalu membuahi awan dengan air tersebut dan menurunkannya ke bumi dengan hikmah-hikmah yang telah kami sebutkan. Kalau saja Allah SWT menggiring air dari laut ke darat dengan mengalir di permukaan bumi, tentu tidak terjadi siraman yang meluas.
Selain itu, pasti akan merusak banyak bagian bumi. Oleh karena itu, Allah SWT menaikkannya ke angkasa dengan kelembutan dan kekuasaan-Nya, lalu diturunkan-Nya lagi ke permukaan bumi dengan penuh hikmah. Seluruh makhluk berakal tidak dapat merekomendasikan suatu usulan yang lebih baik. Allah SWT menurunkan air, dan bersamaan dengan itu, turun pula rahmat-Nya. Subhanallah...
Air hujan yang turun 5-6 bulan dalam satu tahun di kawasan kita, merupakan potensi yang sangat luar biasa. Ironis sekali bila karunia ini masih kita telantarkan. Sementara kita menyadari bahwa kondisi penyediaan air bersih negara ini mengkhawatirkan, banjir dan kekeringan setiap tahun selalu mengancam.
Air kini tidak hanya menjadi masalah bagi negara dunia ketiga, tapi juga bagi beberapa negara maju dan negara kaya seperti Arab Saudi. Cadangan air bersih negara minyak tersebut diperkirakan akan habis di tahun 2019. Satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya adalah dengan memanfaatkan penyulingan air laut.
Investasi negara ini untuk mengembangkan teknologi penyulingan air berkapasitas 160 juta meter kubik sekitar USD 1,4 miliar per tahun (1990). Penyediaan air bersih tampaknya menjadi prioritas ekonomi dan politik utama negara ini. Karena itu, informasi mengenai tingkat pengembangan teknologi air bersih menjadi rahasia negara.
Sekarang, bagaimanakah pemecahannya untuk negara-negara yang kekayaannya tidak sebanyak Arab Saudi? Teknologi penyulingan air yang mahal tentu saja tidak menjadi pilihan bagi negara dunia ketiga, seperti Indonesia.
Indonesia yang menempati wilayah dengan curah hujan cukup tinggi, yakni 2.000-4.000 milimeter per tahun, dengan rata-rata hujan tahunan 2.779 mm, termasuk negara nomor lima yang kaya air di dunia. Namun ketersediaan air yang besar ini tidak jadi berkah. Bila musim hujan, air berubah menjadi banjir. Ini karena lebih 50 persen dari 2.779 mm air hujan berubah jadi air limpasan permukaan (run off), yang tidak termanfaatkan.
Di Jepang, air hujan diberi nama air langit atau air rahmat. Memanen air rahmat di negara itu telah membudaya. Air hujan ditampung dalam tandon-tandon air, di halaman rumah, di bawah taman-taman kota, bahkan di bawah jalan layang dibangun konstruksi penampungan air hujan. Tidak ada air yang sia-sia, air buangan AC-pun bahkan dikumpulkan dan disulap menjadi sumber air bersih.
Upaya memanen hujan (rain water harvesting) di dunia internasional saat ini telah menjadi bagian penting dalam agenda global environmental water resources management dalam rangka lack of water atau penanggulangan ketimpangan air pada musim hujan dan kering, kekurangan pasokan air bersih penduduk dunia, serta penanggulangan banjir dan kekeringan.
Di India, penduduk mengumpulkan dan menyimpan air hujan dengan membangun danau buatan, kolam dan tangki air. Air hujan yang mengalir menuju laut dibendung sehingga air perlahan-lahan akan merembes ke dalam permukaan tanah, yang nantinya di musim kering dapat membasahi persediaan sumur-sumur air. Dengan cara tradisional ini, mereka dapat memenuhi kebutuhan air di musim panas bahkan sepanjang tahun.
Sebenarnya masyarakat perdesaan di Indonesia sampai saat ini masih mempunyai metode memanen hujan dengan menahan limpasan di areal pekarangan untuk meresapkan air ke dalam tanah dengan tanggul dari susunan batu bata dan tanaman mengelilingi pekarangan mereka sehingga sumur mereka tidak pernah kering.
Mengapa kita tidak memanfaatkan air hujan sebagai pemasok air di musim kemarau? Bukankah teknologi tradisional dan kearifan lokal untuk memanen hujan, pernah dan masih ada dalam masyarakat kita? Kini saatnya pemerintah mengedukasi masyarakat tentang potensi air hujan ini serta menggali dan mengembangkan metode-metode tepat guna untuk memanen hujan seoptimal mungkin.
Postingan ini saya buat disaat hujan masih saja terus turun,... sambil memandangi percikan air hujan yang membasahi kuntum-kuntum melati yang sementara bersorak kegirangan, pikiran saya menerawang ..... akan sebuah tulisan yang pernah saya baca .
Allah SWT menciptakan air di awan. Kadang dengan mengubah udara menjadi air. Adakalanya udara membawa air itu dari laut lalu membuahi awan dengan air tersebut dan menurunkannya ke bumi dengan hikmah-hikmah yang telah kami sebutkan. Kalau saja Allah SWT menggiring air dari laut ke darat dengan mengalir di permukaan bumi, tentu tidak terjadi siraman yang meluas.
Selain itu, pasti akan merusak banyak bagian bumi. Oleh karena itu, Allah SWT menaikkannya ke angkasa dengan kelembutan dan kekuasaan-Nya, lalu diturunkan-Nya lagi ke permukaan bumi dengan penuh hikmah. Seluruh makhluk berakal tidak dapat merekomendasikan suatu usulan yang lebih baik. Allah SWT menurunkan air, dan bersamaan dengan itu, turun pula rahmat-Nya. Subhanallah...
Air hujan yang turun 5-6 bulan dalam satu tahun di kawasan kita, merupakan potensi yang sangat luar biasa. Ironis sekali bila karunia ini masih kita telantarkan. Sementara kita menyadari bahwa kondisi penyediaan air bersih negara ini mengkhawatirkan, banjir dan kekeringan setiap tahun selalu mengancam.
Air kini tidak hanya menjadi masalah bagi negara dunia ketiga, tapi juga bagi beberapa negara maju dan negara kaya seperti Arab Saudi. Cadangan air bersih negara minyak tersebut diperkirakan akan habis di tahun 2019. Satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya adalah dengan memanfaatkan penyulingan air laut.
Investasi negara ini untuk mengembangkan teknologi penyulingan air berkapasitas 160 juta meter kubik sekitar USD 1,4 miliar per tahun (1990). Penyediaan air bersih tampaknya menjadi prioritas ekonomi dan politik utama negara ini. Karena itu, informasi mengenai tingkat pengembangan teknologi air bersih menjadi rahasia negara.
Sekarang, bagaimanakah pemecahannya untuk negara-negara yang kekayaannya tidak sebanyak Arab Saudi? Teknologi penyulingan air yang mahal tentu saja tidak menjadi pilihan bagi negara dunia ketiga, seperti Indonesia.
Indonesia yang menempati wilayah dengan curah hujan cukup tinggi, yakni 2.000-4.000 milimeter per tahun, dengan rata-rata hujan tahunan 2.779 mm, termasuk negara nomor lima yang kaya air di dunia. Namun ketersediaan air yang besar ini tidak jadi berkah. Bila musim hujan, air berubah menjadi banjir. Ini karena lebih 50 persen dari 2.779 mm air hujan berubah jadi air limpasan permukaan (run off), yang tidak termanfaatkan.
Di Jepang, air hujan diberi nama air langit atau air rahmat. Memanen air rahmat di negara itu telah membudaya. Air hujan ditampung dalam tandon-tandon air, di halaman rumah, di bawah taman-taman kota, bahkan di bawah jalan layang dibangun konstruksi penampungan air hujan. Tidak ada air yang sia-sia, air buangan AC-pun bahkan dikumpulkan dan disulap menjadi sumber air bersih.
Upaya memanen hujan (rain water harvesting) di dunia internasional saat ini telah menjadi bagian penting dalam agenda global environmental water resources management dalam rangka lack of water atau penanggulangan ketimpangan air pada musim hujan dan kering, kekurangan pasokan air bersih penduduk dunia, serta penanggulangan banjir dan kekeringan.
Di India, penduduk mengumpulkan dan menyimpan air hujan dengan membangun danau buatan, kolam dan tangki air. Air hujan yang mengalir menuju laut dibendung sehingga air perlahan-lahan akan merembes ke dalam permukaan tanah, yang nantinya di musim kering dapat membasahi persediaan sumur-sumur air. Dengan cara tradisional ini, mereka dapat memenuhi kebutuhan air di musim panas bahkan sepanjang tahun.
Sebenarnya masyarakat perdesaan di Indonesia sampai saat ini masih mempunyai metode memanen hujan dengan menahan limpasan di areal pekarangan untuk meresapkan air ke dalam tanah dengan tanggul dari susunan batu bata dan tanaman mengelilingi pekarangan mereka sehingga sumur mereka tidak pernah kering.
Mengapa kita tidak memanfaatkan air hujan sebagai pemasok air di musim kemarau? Bukankah teknologi tradisional dan kearifan lokal untuk memanen hujan, pernah dan masih ada dalam masyarakat kita? Kini saatnya pemerintah mengedukasi masyarakat tentang potensi air hujan ini serta menggali dan mengembangkan metode-metode tepat guna untuk memanen hujan seoptimal mungkin.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Opini
dengan judul
RAIN WATER HARVESTING
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
https://sisatruk.blogspot.com/2010/01/rain-water-harvesting.html
.
Artikel Terkait Opini
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " RAIN WATER HARVESTING "
Post a Comment
Beri komentar anda.