Soegija adalah film drama epik sejarah dari Indonesia yang disutradarai oleh sutradara senior Indonesia Garin Nugroho, dibintangi oleh budayawan Nirwan Dewanto yang memerankan tokoh pahlawan nasional Albertus Soegijapranata.
Film yang dibintangi aktor-aktor dari beragam latar belakang budaya ini akan diluncurkan di Indonesia pada tanggal 7 Juni 2012. Dengan anggaran sekitar Rp 12 Miliar, film ini menjadi film termahal yang disutradarai Garin Nugroho.
Film ini diproduksi dengan format film perjuangan yang mengambil cerita dari catatan harian tokoh Pahlawan Nasional Mgr. Soegijapranata, SJ dengan mengambil latar belakang Perang Kemerdekaan Indonesia dan pendirian Republik Indonesia Serikat pada periode tahun 1947 – 1949. Film ini mengambil latar daerah Yogyakarta dan Semarang.
Film ini juga menampilkan tokoh-tokoh nasional Indonesia lain, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal Soedirman, Soeharto, dll. Untuk bisa menggambarkan pengalaman Soegija, film ini banyak menampilkan tokoh-tokoh nyata tapi difiksikan baik dari Indonesia, Jepang, Belanda, sipil maupun militer dalam peristiwa-peristiwa keseharian yang direkonstruksi dengan cukup detil.
Film ini juga menampilkan tokoh-tokoh nasional Indonesia lain, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal Soedirman, Soeharto, dll. Untuk bisa menggambarkan pengalaman Soegija, film ini banyak menampilkan tokoh-tokoh nyata tapi difiksikan baik dari Indonesia, Jepang, Belanda, sipil maupun militer dalam peristiwa-peristiwa keseharian yang direkonstruksi dengan cukup detil.
Meskipun sempat menjadi kontroversi dikarenakan beberapa orang berpendapat bahwa Film ini dirilis sebagai sarana kristenisasi bangsa Indonesia. Tetapi kecaman yang mengancam realisasi Filmnya, tidak sedikit-pun menggentarkan niat Garin Nugroho untuk mempublikasikan tokoh Albertus Soegija. Ia mengatakan bahwa seseorang terpandang karena apa yang diperbuat, bukan karena siapa ia dan apa apamanya. Apa salahnya menjadi Non-Muslim? Bukankah Indonesia mengakui keberagaman beragama dan emlindungi kebebasan para pemeluk agama menjalankan ibahanya bukan?Menurut Antropolog Moeslim Abdurrachman : " Kalau saya katolik dan jual voucher untuk membiayai film Garin ini, saya kecewa, karena ini bukan film uskup. Ini film tentang keberagaman. Menonton film Soegija itu sesuatu yang tidak terlalu berbeda kalau kita sedang membaca kitab suci. Jadi bagaimana memaknainya itu adalah reflektif betul. Perenungan. Bukan film picisan, bukan film komersial, bukan film propaganda agama. Saya khawatir keberagaman yang seperti ini hilang. Oleh karena itu hadirnya film ini di samping soal nasionalisme, dan pluralisme, dan soal lain-lainnya, saya kira kalau kita bisa menafsirkan menjadi bagian dari refleksi keberagaman kita, kok orang di jaman itu bisa, kenapa di jaman sekarang kok kita seolah2 tidak bisa. Kita bukan menjadi orang yang religius tapi menjadi penganut suku-suku agama."
Film "Soegija" mengisahkan kerja kepemimpinan dengan "silent diplomacy" serta prinsip kebangsaan dan kemanusiaan Soegija pada era 1940-1950
Garin mengangkat sisi-sisi kemanusiaan dari delapan tokoh utama dalam film yang berlatar masa penjajahan Belanda, lalu perebutan kekuasaan oleh Jepang serta masa krisis menjelang dan setelah kemerdekaan.
Meski berlatar zaman perang namun film "Soegija" sama sekali tidak menampilkan adegan-adegan berdarah maupun kekerasan. Tidak ada sosok penjahat juga di sini.
Sang sutradara memilih suasana di pengungsian dan menyusup ke dalam diri tokoh-tokoh utamanya, mengajak penonton merenung dengan menampilkan sisi kemanusiaan mereka dengan gambar yang indah, dialog yang kuat dan iringan musik dramatis.
Dalam film sepanjang 115 menit ini, perang adalah kisah terpecahnya keluarga besar manusia.
Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942), Mariyem (Annisa Hertami) terpisah dari Maryono (Abe), kakaknya dan Ling Ling (Andrea Reva) terpisah sang ibu (Olga Lydia).
Keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah, tetapi juga mereka yang menjajah.
Serdadu Jepang, Nobuzuki (Suzuki), tidak pernah tega terhadap anak-anak karena ia juga punya anak yang selalu ia rindukan di Jepang.
Robert (Wouter Zweers), seorang serdadu Belanda yang merasa menjadi mesin perang hebat, hatinya tersentuh oleh bayi yang ia temukan di medan perang yang membuat dia merindukan ibunya, bukan negaranya.
Sementara bagi Hendrick (Wouter Braaf), perang membuat dia tak bisa memiliki cinta yang dia temukan.
Soegija (Nirwan Dewanto) ingin menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah terkoyak oleh kekerasan perang dan kematian.
Bagi dia, kemanusiaan itu satu meski berbeda berbeda bangsa, agama, asal-usul, dan ragamnya.
Soegija berusaha mewujudkan keinginannya melalui surat menyurat dan pertemuan dengan para pemimpin Indonesia seperti Syahrir, dan Soekarno.
Dia juga mendukung pengorganisasian gerakan pemuda dan pelayanan sosial. Ia menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan melalui kunjungan warga, khotbah dan tulisan-tulisan. "Apa artinya menjadi bangsa merdeka jika kita gagal mendidik diri kita sendiri," katanya.
Menurut Garin, nilai-nilai kemanusiaan yang diyakini oleh Soegijapranata sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini meski dalam perspektif yang berbeda. Yakni bahwa seperti Soegija, para pemimpin seharusnya mampu mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan untuk meredam gejolak kekerasan, untuk mendamaikan.
"Film ini merupakan sebuah catatan tepat untuk hari ini. Ini perayaan kegembiraan beragam dan berbangsa. Sudah saatnya tidak ada ketakutan," demikian Garin Nugroho.
Garin mengangkat sisi-sisi kemanusiaan dari delapan tokoh utama dalam film yang berlatar masa penjajahan Belanda, lalu perebutan kekuasaan oleh Jepang serta masa krisis menjelang dan setelah kemerdekaan.
Meski berlatar zaman perang namun film "Soegija" sama sekali tidak menampilkan adegan-adegan berdarah maupun kekerasan. Tidak ada sosok penjahat juga di sini.
Sang sutradara memilih suasana di pengungsian dan menyusup ke dalam diri tokoh-tokoh utamanya, mengajak penonton merenung dengan menampilkan sisi kemanusiaan mereka dengan gambar yang indah, dialog yang kuat dan iringan musik dramatis.
Dalam film sepanjang 115 menit ini, perang adalah kisah terpecahnya keluarga besar manusia.
Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942), Mariyem (Annisa Hertami) terpisah dari Maryono (Abe), kakaknya dan Ling Ling (Andrea Reva) terpisah sang ibu (Olga Lydia).
Keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah, tetapi juga mereka yang menjajah.
Serdadu Jepang, Nobuzuki (Suzuki), tidak pernah tega terhadap anak-anak karena ia juga punya anak yang selalu ia rindukan di Jepang.
Robert (Wouter Zweers), seorang serdadu Belanda yang merasa menjadi mesin perang hebat, hatinya tersentuh oleh bayi yang ia temukan di medan perang yang membuat dia merindukan ibunya, bukan negaranya.
Sementara bagi Hendrick (Wouter Braaf), perang membuat dia tak bisa memiliki cinta yang dia temukan.
Soegija (Nirwan Dewanto) ingin menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah terkoyak oleh kekerasan perang dan kematian.
Bagi dia, kemanusiaan itu satu meski berbeda berbeda bangsa, agama, asal-usul, dan ragamnya.
Soegija berusaha mewujudkan keinginannya melalui surat menyurat dan pertemuan dengan para pemimpin Indonesia seperti Syahrir, dan Soekarno.
Dia juga mendukung pengorganisasian gerakan pemuda dan pelayanan sosial. Ia menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan melalui kunjungan warga, khotbah dan tulisan-tulisan. "Apa artinya menjadi bangsa merdeka jika kita gagal mendidik diri kita sendiri," katanya.
Menurut Garin, nilai-nilai kemanusiaan yang diyakini oleh Soegijapranata sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini meski dalam perspektif yang berbeda. Yakni bahwa seperti Soegija, para pemimpin seharusnya mampu mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan untuk meredam gejolak kekerasan, untuk mendamaikan.
"Film ini merupakan sebuah catatan tepat untuk hari ini. Ini perayaan kegembiraan beragam dan berbangsa. Sudah saatnya tidak ada ketakutan," demikian Garin Nugroho.
Trailer Film SOEGIJA
Sumber :
1. http://soegijathemovie.com
2. http://www.antaranews.com
3. http://www.youtube.com
4. http://id.wikipedia.org
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Info Film Terbaru
/
Movie Trailer
/
SOEGIJA
dengan judul
SOEGIJA , Sebuah Perenungan Untuk Permasalahan Bangsa
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
https://sisatruk.blogspot.com/2012/05/soegija-sebuah-perenungan-untuk.html
.
Artikel Terkait Info Film Terbaru , Movie Trailer , SOEGIJA
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " SOEGIJA , Sebuah Perenungan Untuk Permasalahan Bangsa "
Post a Comment
Beri komentar anda.