Moskow - Begitu nama Moskow disebut, bayangan seringkali lari ke film Hollywood yang menggambarkan Rusia sebagai negara misterius, kaku dengan orang-orang tanpa senyum. Tapi citra itu buyar ketika kaki telah menginjakkan ke tanah negeri Beruang Merah.
"Banyak persepsi orang Indonesia yang perlu diluruskan tentang Rusia," begitu komentar Opick, penyanyi bernafas Islam, saat berjumpa di Arbat Street, kawasan pedestrian di Moskow tempat para turis berbelanja suvenir, Sabtu (17/11/2012) malam.
"Rusia seperti yang digambarkan di film-film AS itu salah semua, ngawur!" cetus penyanyi bernama asli Aunur Rofiq Lil Firdaus ini.
Opick berada di Moskow atas undangan mufti (setara MUI) setempat. Dia akan pentas di Kremlin, jantung Kota Moskow, pada Minggu (18/11/2012) pukul 17.00 bersama penyanyi rohani terkenal lainnya seperti Zain Bikha.
Opick merupakan artis pertama di Indonesia yang mendapat kehormatan pentas di tempat prestisius di Kremlin. Nantinya dia akan menyanyikan tiga lagu yaitu Tafakur, Ya Hanan Ya Manan serta Cahaya Hati.
Opick wajar menyebut "persepsi perlu diluruskan". Sebab Moskow memang tidak seperti yang digambarkan selama ini setelah melihat dengan mata kepala sendiri kota terbesar kelima di dunia tersebut. Imaji yang terbentuk selama ini langsung buyar, menjadi ke arah yang lebih positif.
Sekadar diketahui, dari 143 juta warga Rusia, 20 juta di antaranya beragama Islam, agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Setelah era keterbukaan yang diperkenalkan Gorbachev, masyarakat bebas menjalankan ibadah agamanya.
Memangnya seperti apa Rusia sekarang ini? Ada baiknya kita baca cuplikan cerita Hamid Awaluddin dalam buku berjudul Sahabat Lama, Era Baru" - 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, yang mendeskripsikan dengan baik bagaimana pemandangan Moskow hingga hari ini.
"Kini semenjak Mei 2008, saya akhirnya berada di Rusia sebagai Duta Besar Republik Indonesia. Segala gambaran tentang Rusia dari zaman remaja di Indonesia hingga tinggal belasan tahun di Washington DC, Amerika Serikat, sirna tak berbekas. Rusia adalah sebuah negara besar, modern, terbuka, dan sungguh-sungguh jemawa," tulis Hamid.
"Kota Moskow menghamparkan labirin jalan bawah tanah Metro dengan stasiun-stasiunnya yang megah, gaya hidup warganya yang sangat Eropa, dan yang mengagetkan, jalan-jalan Moskow yang kini bak ruang terbuka pamer kendaraan mewah buatan AS, Jerman, Italia dan Jepang.
Sebutlah kendaraan terbaru dari merek mobil terkenal di harga berapa pun, dan kendaraan itu dengan mudah ditemui berseliweran di jalan-jalan kota Moskow, atau teronggok di pinggir jalan dalam balutan lumpur salju yang pekat. Kafe-kafe seperti Starbucks, Coffee Bean, restoran cepat saji McDonald's, KFC atau Pizza Hut, tak sulit ditemui di hampir semua sudut kota," ujarnya.
Masyarakat Rusia juga dikenal modis. "Di segala musim, jalan-jalan kota Moskow, juga Saint Petersburg, tak pernah sepi oleh seliweran warga Rusia dalam busana modis dan bermerek. Butik-butik bertebaran di seantero kota dengan manekin-manekin berwajah segala bangsa:
Eropa, Timur Jauh, juga Afrika," ujarnya.
Yang perlu ditambahkan, menurut pengamatan detikcom, warga Rusia juga memiliki badan yang bagus. Tidak terlihat orang-orang obesitas, yang menjadi pemandangan biasa di AS. Selain tampil modis dan cantik, semua perempuan mudanya bertubuh tinggi semampai dan langsing. Para pemudanya juga pintar menjaga badan.
"Dan Rusia, yang telah melunasi segala utang luar negerinya, tunai dan di awal waktu, merupakan negara dengan kekuatan ekonomi yang "menertawai" bekas negara tempat dulu saya tinggal belasan tahun, AS," sambung Hamid.
"Cadangan dan produksi minyaknya yang terbesar di dunia, kendati bukan anggota negara pengekspor minyak (OPEC), membuat Rusia juga relatif mandiri dalam penyediaan energi bagi rakyatnya, sebuah kemandirian yang hanya bisa menjadi mimpi-mimpi negara lain di dunia," begitulah kesan Hamid.
Pengganti Hamid adalah Djauhari Oratmangun. Sebelum dia resmi menduduki pos di kedutaan kelas A itu tujuh bulan lalu, Djauhari telah mempelajari Rusia lewat banyak literatur. "Namun setelah saya resmi masuk Rusia, saya terkaget-kaget karena sangat banyak peluang yang bisa dikerjasamakan antara Rusia-Indonesia," ungkapnya, menyebut berapa luar biasanya potensi Rusia, negara terbesar di dunia.
Hubungan Rusia dan Indonesia di masa Orla sangatlah erat. Saking dekatnya, bahkan Rusia membuatkan kembaran Stadion Luzhniki di Senayan. Kembaran stadion itu kini dinamai Stadion Gelora Bung Karno. Sebelum pembangunan stadion megah itu, pada 1956 Soekarno berpidato di Stadion Luzhniki di hadapan ribuan warga Moskow dengan menyebut mereka sebagai, "Saudara yang jauh di mata tapi dekat di hati."
Namun seiring kejatuhan Soekarno, informasi tentang Rusia praktis tertutup selama 3 dekade. Rakyat Indonesia hanya mengenal Rusia lewat citra yang dibangun AS lewat film-film Hollywood-nya.
Sejarah terus berputar. Rezim Orba runtuh, demikian juga Uni Soviet dengan paham komunismenya. Sekarang, hubungan Rusia dan Indonesia kembali tersambung.
"Kini, dua sahabat lama kembali merajut kemesraan di era yang baru. Rusia telah berubah dari Uni Soviet. Indonesia juga mengalami transformasi lewat gelindingan gerakan roda reformasi. Masa silam yang mesra kembali ditautkan," tulis Hamid Awaluddin.
Sebagai penerus Hamid, Djauhari Oratmangun tak henti bergiat merekatkan kedua negara. Dia gembira pengusaha-pengusaha muda yang tergabung dalam Hipmi mulai masuk Rusia. Pengusaha muda, bagi Djauhari, memiliki kelebihan berupa semangat tinggi dan long lasting, bekal yang diperlukan untuk mempenetrasi Rusia.
"Rusia adalah sahabat lama Indonesia. Sekarang persahabatan lama ini dikemas dengan cara yang baru sehingga ada manfaat ekonominya," ujar diplomat karier yang supel ini saat berbincang di kantor KBRI Moskow, Sabtu malam.
Neraca perdagangan Indonesia-Rusia juga terus meningkat. Pada 2011, Indonesia mencatat USD 2,4 miliar dan diyakini bertambah signifikan pada 2012.
Tiap bulan, Indonesia mengirim 22 kontainer ikan tuna ke Rusia. Tuna asal Indonesia dikenal sebagai tuna nomor satu. Tak ayal, di restoran Jepang di Moskow, menu sashimi tuna yang diberi penjelasan tambahan bahwa tuna itu berasal dari Indonesia, menjadi hidangan mahal.
"Sashimi dengan 3-6 potong kecil tuna dihargai 30 dolar," cerita Djauhari.
Dan karena orang Rusia kaya-kaya, merogoh kocek seharga itu pun ringan-ringan saja.
(nrl/try)
Belum ada komentar untuk " Bahkan Opick pun Bilang Rusia Tak Seperti di Film Hollywood "
Post a Comment
Beri komentar anda.