KOMPAS.com - Keberhasilan Ryan Giggs mencetak gol ke gawang Everton, Minggu (10/2/2013), untuk menentukan kemenangan Manchester United di Liga Utama Inggris kembali menjadi perhatian. Walau itu baru gol pertama Giggs di musim ini, namun di usia yang ke-39 tahun, ini merupakan pencapaian luar biasa. Karena ini berarti Giggs sudah berhasil mencetak paling tidak satu gol di setiap musim bertanding di Liga Utama selama 23 tahun terakhir.
Mengapa Ryan Giggs bisa bertahan selama ini? Mengapa Manchester United dan manajernya Sir Alex Ferguson, yang biasanya menjual pemain setelah mereka memperkuat klub tersebut selama beberapa tahun, mempertahankan pemain seperti Giggs dan Paul Scholes di skuad mereka?
Salah satu faktor kunci mengapa Giggs bisa bertahan begitu lama adalah karena dia bukan pemain timnas Inggris, walau dia pernah memperkuat tim sekolah Inggris guna bertanding melawan Jerman tahun 1989 di Stadion Wembley.
Berdasarkan alur ini, banyak orang sebenarnya berpikiran bahwa Giggs adalah orang Inggris dan karenanya berhak mewakili Inggris, namun memilih memperkuat timnas Wales, tempat ibunya berasal. Inilah persepsi yang salah, dan juga berulang kali membuat Giggs kesal bila diwawancarai oleh wartawan.
Dilahirkan sebagai Ryan Joseph Wilson, 29 November 1973, di ibu kota Wales, Cardiff, ayahnya bernama Danny Wilson dan ibunya, Lynne Giggs. Ayahnya, Danny adalah berasal dari Sierra Leone, dan merupakan pemain rugby di Wales ketika Giggs masih kecil. Pada tahun 1980, ayahnya pindah klub rugby dan mereka pindah ke Salford di Manchester.
Nah, saat bersekolah di Inggris inilah Giggs memperkuat dan menjadi kapten tim sekolah Inggris. Ini terjadi, hanya karena setiap anak sekolah yang bersekolah di Inggris boleh mewakili tim sekolah Inggris. Ryan Wilson kemudian memutuskan mengganti nama keluarga menjadi Giggs, setelah ayahnya meninggalkan keluarga dan orang tuanya bercerai.
Di saat remaja tersebut, bakatnya sebagai pemain sudah dipantau oleh berbagai pihak, termasuk dari mereka yang ingin menjadikan Giggs pemain timnas Inggris. Namun sejak awal Giggs sangat dekat dengan kakek-neneknya yang berasal dari Welsh, dan ketika itu tidak ada kemungkinan baginya untuk memperkuat timnas Inggris karena tidak dilahirkan di Inggris dan tidak memiliki keluarga yang berasal dari Inggris.
Giggs memperkuat Wales antara tahun 1991 sampai 2007, bertanding selama 64 kali dan mencetak 12 gol. Namun, dengan penduduk hanya sekitar 5 juta, Wales tidak pernah bisa banyak berbicara di tingkat internasional, sehingga beban Giggs sebagai pemain agak berkurang dibandingkan teman-teman satu klub seperti David Beckham, Gary Neville, Paul Scholes.
Kelanggengan Giggs di Manchester United juga adalah karena hubungannya yang begitu dekat dengan manajer Sir Alex Ferguson. Media massa Inggris menggambarkan hubungan mereka seperti ayah dan anak. Insting sepakbola Ferguson tampaknya membuat dia berusaha melindungan Giggs dari "pengaruh buruk".
Pada tahun 1996, Ferguson menjual salah seorang teman dekat Giggs, Lee Sharpe. Selain karena kalah dalam persaingan memperebutkan tempat di lapangan, Sharpe juga dituduh memberi pengaruh buruk kepada Giggs, karena sering mengajak berpesta dan minum-minuman keras.
Dalam satu peristiwa, ketika sedang menghadiri pesta pribadi di sebuah rumah malam menjelang pertandingan, Ferguson mendatangi rumah tersebut dan membubarkan pesta para pemain. Tidak seperti rekannya, David Beckham, yang menikmati kehidupan glamournya, Ferguson jarang sekali mengizinkan Giggs untuk diwawancarai oleh media. Giggs sendiri, kemudian juga tidak menikmati menjadi bahan perhatian di luar kehidupan sepakbolanya.
Hal yang sama juga terjadi dengan Paul Scholes, dan tidak mengherankan keduanya sampai sekarang masih bertahan sebagai pemain di Manchester United.
Cerita bahwa Giggs dan Scholes yang sengaja menghindar publisitas muncul dengan kabar, misalnya bahwa hanya ada beberapa pemain yang misalnya mengetahui nomor telepon selular Giggs dan Scholes.
Di tengah ingar-bingar perkembangan teknologi yang begitu pesat sekarang ini, kisah Giggs dan Scholes menjadi bukti bahwa kadang sesuatu harus dikorbankan. Mereka mengorbankan "perhatian media", namun membayarnya dengan kelanggengan sebagai pemain.
Belum ada komentar untuk " Ryan Giggs, "Kerugian" Inggris, Berkah MU "
Post a Comment
Beri komentar anda.