"Televisi (TV) ibarat jarum suntik, dan acara-acara TV adalah cairan yang ada dalam jarum suntik tersebut. Jika cairan yang dimasukan dalam jarum suntik tersebut baik, maka orang yang menerima suntikan tersebut akan baik, namun jika cairan dalam jarum suntik tersebut racun, virus, atau cairan yang dapat merusak tubuh, maka orang tersebut akan tambah sakit, tidak normal atau “mati”. Untuk itu mari secara bijak menyikapi acara-acara yang ada di TV, demi kebaikan masa depan anak-anak kita, generasi penerus bangsa. Gerakan Hari Tanpa TV, adalah suatu reaksi bahwa di TV sudah terlalu banyak materi yang merusak anak bangsa. Saya mendukung gerakan ini dengan maksud agar semua pertelevisian memperbaiki diri sehingga ada keseimbangan antara informasi, hiburan dan edukasi, sebagai suatu tanggungjawab pendidikan anak bangsa. Semoga Indonesia menjadi bangsa berharkat, bermartabat dan berkah." (Prof. Dr. Arief Rachman, Guru Besar UNJ)
Dari semua media yang diakses oleh anak-anak, televisi adalah media yang paling dominan dan paling berpengaruh. Namun sayangnya dalam interaksi antara anak dengan televisi ini, ada beberapa kondisi yang sangat merugikan anak:
Pertama, belum terbentuk pola kebiasaan menonton TV yang sehat. Menonton TV yang sehat, setidaknya mencakup 2 hal yakni memperhatikan isi acara yang ditonton yang harus sesuai dengan usia anak, dan kapan waktu menonton serta lamanya menonton yang semestinya tidak lebih dari 2 jam sehari. Di sekolah, anak¬anak tidak mendapatkan Pendidikan Media atau 'Media Education' yang sangat penting bagi mereka dalam menghadapi perkembangan teknologi komunikasi ddan informasi. Kebiasaan menonton televisi orangtua yang takut kehilangan episode sinetron, juga sangat mempengaruhi pola kebiasaan anak.
Kedua, isi acara TV yang kebanyakan tidak aman untuk anak. Pengelola televisi pada umumnya tidak memperhatikan kepentingan dan perlindungan terhadap kelompok pemirsa anak. Dalam kaitan ini, kondisi pertelevisian kita saat ini sangat memprihatinkan.
Ketiga, tidak adanya peraturan mengenai jam anak dan acara yang dapat ditayangkan oleh stasiun televisi pada saat anak biasa menonton TV (pagi - siang - sore hari).
Harus dilakukan upaya untuk menekan kondisi-kondisi yang merugikan anak tersebut. Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sikap kritis dalam mengkonsumsi siaran televisi, agar dampak negatif menonton televisi dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk menekan dan mempengaruhi industri penyiaran agar lebih memperhatikan isi tayangan dan pola penyiaran yang memperlihatkan adanya perlindungan terhadap anak.
Untuk itulah sejumlah elemen masyarakat di Jakarta, Jumat (24/7) sesuai yang dilangsir oleh Kompas.com -, menggelar aksi damai di untuk mengajak masyarakat Jakarta mendukung pelaksanaan Hari Tanpa TV pada hari Minggu (26/7) besok.
Apakah hal ini dapat berjalan dengan baik?, tentunya berpulang pada kita semua para orang tua....
Sumber gambar disini
Dari semua media yang diakses oleh anak-anak, televisi adalah media yang paling dominan dan paling berpengaruh. Namun sayangnya dalam interaksi antara anak dengan televisi ini, ada beberapa kondisi yang sangat merugikan anak:
Pertama, belum terbentuk pola kebiasaan menonton TV yang sehat. Menonton TV yang sehat, setidaknya mencakup 2 hal yakni memperhatikan isi acara yang ditonton yang harus sesuai dengan usia anak, dan kapan waktu menonton serta lamanya menonton yang semestinya tidak lebih dari 2 jam sehari. Di sekolah, anak¬anak tidak mendapatkan Pendidikan Media atau 'Media Education' yang sangat penting bagi mereka dalam menghadapi perkembangan teknologi komunikasi ddan informasi. Kebiasaan menonton televisi orangtua yang takut kehilangan episode sinetron, juga sangat mempengaruhi pola kebiasaan anak.
Kedua, isi acara TV yang kebanyakan tidak aman untuk anak. Pengelola televisi pada umumnya tidak memperhatikan kepentingan dan perlindungan terhadap kelompok pemirsa anak. Dalam kaitan ini, kondisi pertelevisian kita saat ini sangat memprihatinkan.
Ketiga, tidak adanya peraturan mengenai jam anak dan acara yang dapat ditayangkan oleh stasiun televisi pada saat anak biasa menonton TV (pagi - siang - sore hari).
Harus dilakukan upaya untuk menekan kondisi-kondisi yang merugikan anak tersebut. Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sikap kritis dalam mengkonsumsi siaran televisi, agar dampak negatif menonton televisi dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk menekan dan mempengaruhi industri penyiaran agar lebih memperhatikan isi tayangan dan pola penyiaran yang memperlihatkan adanya perlindungan terhadap anak.
Untuk itulah sejumlah elemen masyarakat di Jakarta, Jumat (24/7) sesuai yang dilangsir oleh Kompas.com -, menggelar aksi damai di untuk mengajak masyarakat Jakarta mendukung pelaksanaan Hari Tanpa TV pada hari Minggu (26/7) besok.
Apakah hal ini dapat berjalan dengan baik?, tentunya berpulang pada kita semua para orang tua....
Sumber gambar disini
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Acara TV
dengan judul
BESOK HARI MINGGU SEHARI TANPA TV, BISA ?
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2009/07/besok-hari-minggu-sehari-tanpa-tv-bisa.html
.
Artikel Terkait Acara TV
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " BESOK HARI MINGGU SEHARI TANPA TV, BISA ? "
Post a Comment
Beri komentar anda.