Hari ini , tepat 65 tahun yang lalu Pada 10 November pagi, tentara Inggris melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.
Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.
Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Hari pahlawan merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dari diorama perjuangan bangsa yang diawali dengan sumpah pemuda (28 Oktober), Kebangkitan nasional (20 Mei), sampai puncaknya kemerdekaan (17 agustus). Kita harus mampu memahaminya dalam satu tarikan nafas.
Peringatan peristiwa sejarah dimaksudkan untuk memperbarui semangat kebangsaan kita sebagai warga negara. Peristiwa-peristiwa tersebut memiliki makna yang sangat dalam tentang semangat perjuangan yang dilakukan para pejuang tempo dulu dalam menghadapi dan menghalau para penjajah Belanda dari bumi nusantara.
Semangat heroik para pahlawan itu menjadi patokan nilai bagi generasi sekarang dan masa mendatang dalam mengisi kemerdekaan. Perjuangan melepaskan diri dari belenggu penjajahan merupakan perjuangan yang sangat berat, namun perjuangan mengisi kemerdekaan lebih berat lagi.
Tantangan yang dihadapi generasi saat ini lebih kompleks dengan musuh yang tidak lagi kasat mata seperti penjajah pada masa kemerdekaan dulu. Sekarang kita dituntut mampu melepaskan diri dari penjajahan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Hari pahlawan menjadi momen tepat untuk memperkuat kembali jiwa kerelaan berjuang dan berkorban demi kepentingan bangsa. Semangat berkorban ini bagi generasi yang lahir paska kemerdekaan dan tidak merasakan perjuangan fisik telah mulai terkikis. Jiwa berkorban yang dulu begitu besar dimiliki para pejuang sekarang hilang diganti oleh jiwa rakus, aji mumpung, dan mental korup.
Hal inilah yang perlu direnungkan generasi penerus bangsa untuk tidak melupakan Sejarah Perjuangan Bangsa, karena ada peribahasa: Kalau ingin menghancurkan suatu bangsa, hancurkanlah sejarahnya (Milan Kundera, Ilmuwan Chekoslowakia). Kenyataannya dewasa ini para generasi penerus banyak yang melupakan sejarah.
Semangat dan tindakan kepahlawanan sangat diperlukan tatkala kita kini masih menghadapi banyak masalah, terlebih dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidak usah terlalu jauh, ketika kini banyak musibah bencana melanda tanah air, mulai dari banjir bandang di Wasior, Papua, gempa dan tsunami di Kepulawan Mentawai Sumatera Barat, hingga letusan Gunung Merapi di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, saat itulah semangat dan tindakan kepahlawanan patut kita tunjukkan.
Kita patut menyampaikan apresiasi, rasa hormat mendalam kepada segenap relawan yang telah terjun langsung membantu para korban yang terkena musibah bencana. Mereka layak disebut sebagai pahlawan karena telah mendarmabaktikan dirinya membantu saudara-saudari kita yang memang sangat layak diberi pertolongan. Para relawan yang telah bertugas di lokasi bencana telah berbuat nyata, tanpa pamrih, demi membantu sesama bahkan tanpa memperhatikan keselamatan jiwa sendiri.
Begitupun dengan masyarakat, saudara kita yang terkena bencana, layak kita sebut pahlawan ketika mereka tetap tabah, sabar dan tegar menghadapi musibah bencana yang demikian dahsyat. Semangat dan harapan mereka yang bertahan menghadapi cobaan yang demikian berat tentulah punya makna manakala dilandasi semangat perjuangan hidup, bertahan dengan disertai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semangat ini tidaklah mudah, terlebih ketika menghadapi kenyataan ada keluarga yang tewas, harta benda yang hancur, dan bahkan diri sendiri dalam kondisi terluka. Bukankah kenyataan yang mereka hadapi tidak berbeda seperti mengalami peperangan, pertempuran masa perjuangan kemerdekaan yang lalu?
Tampaknya, semangat dan tindakan kepahlawanan selalu perlu kita gelorakan, tidak hanya setiap bulan Nopember tetapi setiap saat. Terlebih lagi bagi umat Islam yang kebetulan beberapa hari lagi akan merayakan Idul Adha dengan mengedepankan semangat dan tindakan pengorbanan, lagi-lagi juga sangat terkait dengan pahlawan. Kata kunci dari pahlawan memang tidak lain adalah kerelaan mau berkorban.
Semangat pengorbanan menunjukkan adanya rasa solidaritas tinggi terhadap sesama, apalagi bagi masyarakat yang menghadapi bencana. Jadi, Nopember tahun ini kita benar-benar dihadapkan dalam kehidupan antara realitas, emosionalitas, rasionalitas, dan spiritualitas yang satu sama lain terkait atau tersambung. Tanpa perlu banyak kita berfikir atau merenung, apa yang tengah kita hadapi saat ini sesungguhnya telah menggugah hati nurani kita yang paling dalam untuk menunjukkan semangat dan tindakan kepahlawanan.
Hanya mereka-mereka yang lupa diri, tidak tahu diri, atau nurani yang sudah mati sajalah, bila tidak dapat memaknai peristiwa bencana saat ini, peringatan Hari Pahlawan, dan Idul Adha bagi umat Islam. Semoga saja kita termasuk orang yang dapat menangkap makna dari apa yang kita hadapi saat ini.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Postingan ini diikutkan dalam Kuis Berbagi cerita Blog Hasnul Suhaimi
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Bencana Alam
/
Bung Tomo
/
Hari Pahlawan
/
Surabaya
dengan judul
Memaknai Hari Pahlawan di tengah Deraan Bencana
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2010/11/memaknai-hari-pahlawan-di-tengah-deraan.html
.
Artikel Terkait Bencana Alam , Bung Tomo , Hari Pahlawan , Surabaya
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " Memaknai Hari Pahlawan di tengah Deraan Bencana "
Post a Comment
Beri komentar anda.