Wacana mengenai penyatuan zona waktu ini sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak 2003, namun entah mengapa baru sejak awal Maret 2012 pemberitaan mengenai wacana tersebut kembali merebak.
Inti dari wacana penyatuan zona waktu ini adalah untuk menggabungkan seluruh wilayah Indonesia, yang hingga saat ini memiliki 3 zona waktu, yaitu Waktu Indonesia Barat/WIB (UT+7), Waktu Indonesia Tengah/WITA (UT+8), dan Waktu Indonesia Timur/WIT (UT+9), menjadi sebuah zona waktu tunggal Waktu Kesatuan Indonesia/WKI, dengan acuan waktu WITA atau UT+8. Penyatuan zona waktu menjadi WKI ini juga sebenarnya menjadi langkah utama dalam pemberlakuan Waktu Bersama ASEAN (ASEAN Common Time/ACT), yang juga dipatok pada kisaran UT+8.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui rencana penyatuan zona waktu Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, persetujuan diberikan saat Presiden menerima laporan resminya. "Saya sendiri sudah menyampaikan, dan Bapak Presiden setuju," kata Hatta di sela Rapat Koordinasi Nasional III Tim Pengendalian Inflasi di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis 17 Mei 2012.
Penyatuan zona waktu ini didukung oleh beberapa pihak, diantaranya adalah mulai dari menteri Koordinator Perekonomian, menteri Keuangan, menteri Perhubungan, Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Indonesia (BI), dan bahkan Menteri Agama.
Ide penyatuan zona waktu ini merupakan ide dari Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Indonesia yang memiliki tiga zona waktu dinilai menghambat kenaikan produktivitas. Dengan penyatuan zona waktu diharapkan produktivitas ekonomi bisa meningkat.
Menurut wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menyambut baik rencana pemerintah menyatukan tiga zona waktu menjadi GMT +8 tahun ini. Menurut Bambang, bandara dan pelabuhan laut siap melayani 24 jam sebagai penunjang bisnis. Namun, Bambang meminta pemerintah mensosialisasikan rencana penyatuan ini untuk menghindari kesimpangsiuran di masyarakat. Secara keseluruhan, Kementerian Perhubungan mendukung rencana penyatuan waktu ini untuk memperkuat jaringan Indonesia dengan negara-negara lain.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo, mengaku setuju jika penyatuan zona waktu dilakukan. Tapi menjadi dua zona waktu atau satu, ini harus dibicarakan lebih lanjut. Rencana penyatuan zona waktu mengemuka sejak akhir pekan lalu. Rencananya, pemerintah kemungkinan besar akan menyatukan seluruh waktu di Indonesia mengikuti waktu Wilayah Indonesia Tengah atau GMT+8.
Menurut Menteri Agama Suryadharma Ali, mengatakan ide penyatuan zona waktu bisa saja direalisasikan. Menurut dia, kalau ide itu direalisasikan, umat Islam mudah menyesuaikan sebab salat lima waktu patokannya matahari, bukan jarum jam. Suryadharma menjelaskan, patokan waktu salat adalah posisi matahari. Dia mengilustrasikan, saat ini, waktu subuh di Pulau Jawa sekitar pukul 05.00. Saat bersamaan, di Papua karena selisih dua jam, sudah pukul 07.00.
Lain halnya dengan Anggota Badan Hisab dan Rukyat Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat Firdaus AN yang berpendapat, sebelum pemerintah menerapkan penyatuan zona waktu di Tanah Air, pemerintah harusnya mengsosialisasikan agar masyarakat tidak bingung.“Yang menjadi patokan tetap posisi matahari, waktu subuh itu saat fajar”. Jadi, “waktu shalat menyesuaikan waktu setempat.”
"Sosialisasi perlu dilakukan secara luas agar masyarakat tidak menjadi bingung terutama bagi umat Islam guna melakukan penyesuaian dengan jadwal salat yang baru.
Menurutnya, meski penyatuan zona waktu di Indonesia tidak akan mengganggu jadwal salat, namun ketika hal itu diberlakukan perlu penyesuaian, karena selama ini masyarakat sudah terbiasa dengan jadwal salat yang ada.
Ia mencontohkan, jika sebelumnya salat subuh pukul 05.00 WIB, jika diberlakukan penyatuan zona waktu mengacu kepada GMT 8 dimana lebih cepat satu jam, maka waktu salat subuh akan masuk pada pukul 04.00 WIB.
Kemudian, jika penyatuan waktu diberlakukan maka seluruh jadwal saalat di Tanah Air harus dijadwal ulang dan hal itu membutuhkan biaya yang cukup mahal.
Ia menjelaskan, dalam merubah jadwal itu, harus kembali menelaah daftar logaritma, data epemetis yang memuat posisi bulan dan matahari dikeluarkan Kementerian Agama serta data posisi bulan dan matahari yang dikeluarkan almanak nautika.
Namun, ia menilai sebenarnya pembagian waktu saat ini menjadi tiga wilayah sudah ideal dan efektif sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang memanjang dari barat ke timur.
Jika pemerintah punya pertimbangan secara ekonomi dalam menyatukan waktu, sebaiknya melakukan berbagai persiapan dengan matang mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan itu, kata dia.
Polemiknya terus berjalan.... Saya sendiri yang kebetulan berada di Waktu Indonesia tengah tentunya tidak akan terpengaruh secara lansung dengan adanya kebijakan ini. Namun dengan perubahan tersebut pastilah ada dampaknya terhadap kita semua. Tapi sekarang dampak tersebut belum bisa saya prediksi,.. karena membutuhkan analisa dan pemikiran yang belum bisa saya jangkau.
Bagaimana dengan pendapat sahabat semuanya?
Sumber :
- http://slametux.blogdetik.com
- http://www.tempo.co
- http://www.selaluonline.com
- http://anothersideoflives.blogspot.com