Pengamat ekonomi Aviliani menjelaskan, tahun 2013 normalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di kisaran Rp 9.100/US$ hingga Rp 9.300/US$.
"Nilai tukar 2012 seharusnya Rp 9.100-Rp 9.300/US$, 2013 juga segitu," tutur Aviliani pada acara diskusi di Hotel Arya Duta Jakarta Pusat, Senin (28/1/2013).
Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini pun memiliki pandangan sendiri terhadap melempemnya nilai tukar rupiah tersebut. Gemarnya perusahaan di Indonesia membeli barang modal atau impor produk dari luar negeri sangat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah.
Ia mencontohkan kegiatan yang berpengaruh terhadap pelemahan rupiah, seperti impor minyak untuk keperluan dalam negeri oleh PT Pertamina (Persero) atau pembelian pesawat oleh maskapai dalam negeri seperti Garuda Indonesia.
"Begitu Garuda beli pesawat 100 pesawat tahun lalu, rupiah turun. Pertamina juga bikin masalah dengan impor minyak," tambahnya.
Alternatif mengerem penurunan nilai tukar rupiah akibat banyaknya pembelian barang modal dari luar negeri adalah mengurangi impor barang modal dan memaksimalkan produksi barang modal di dalam negeri dengan program subtitusi produk.
"Pemerintah mulai memikirkan subtitusi impor karena impor masih 70% (barang modal). Kedua, bargaining postision kalau impor kita sparepart diproduksi dalam negeri (pesawat). Ketiga mulai mengontrol devisa dengan baik," pungkasnya.
(feb/dru)
Belum ada komentar untuk " Gara-gara Garuda dan Pertamina, Rupiah Jadi 'Loyo' "
Post a Comment
Beri komentar anda.