Suasana perayaan hari kemerdekaan dikampung seberang sungai seperti tahun-tahun sebelumnya sangatlah ramai. Berbagai macam lomba Olahraga tradisional digelar, mulai dari enggran, gasing, perahu hias sampai pada pacuan kuda.
Kebetulan hari ini adalah Acara Final Lomba Pacuan Kuda yang diikuti oleh anak-anak penduduk setempat di bantaran sungai yang notabene tanpa pernah melalui training khusus.
Seorang peserta bernama Kosim,.... Kuda tunggangannya nampak tidaklah istimewa bila dibandingkan dengan dengan kuda lainnya, apalagi kuda si Wandi anak Pak RT yang konon belasteran kuda Argentina mirip body kuda yang banyak dimiliki oleh salah satu Cawapres kita.
Beberapa penonton menyangsikan kekuatan kuda Kosim untuk berpacu melawan kuda peserta lainnya. Namun Kosim malah bangga dengan kuda miliknya yang dia pelihara sendiri bersama Ayahnya.
Tibalah saat yang dinantikan, semua peserta bersiap di garis start, beberapa saat kemudian, Kosim meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak komat-kamit seperti sedang berdo’a. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan do’a, lalu beberapa saat kemudian, Ia berkata, “Ya, aku siap!”.
Gong................ suara gong melengking yang dibunyikan tanda start dimulai, dengan hentakan kuat semua peserta berpacu dengan penuh semangat. “Ayo.....ayo.....hooo...hoooo....huaaaa”, begitu teriak mereka memberi semangat pada kuda tunggangannya masing-masing, ramai sekali ditambah dengan teriakan dan sorak-sorai penonton.
Sampai pada akhirnya, petugas melambaikan bendera tanda memasuki garis finish dan yang keluar sebagai pemenang adalah Kosim.
Ada yang bersorak dan tentunya ada yang kecewa karena yang berhasil menjadi peserta yang terdepan memasuki garis finish adalah Kosim. Dan tentu saja yang paling senang adalah Sang Juara Kosim. Ia berucap, dan komat-kamit lagi, ”Terima Kasih”.
Saat penyerahan piala tiba, Kosim menuju panggung dengan bangga, dan sebelum piala diserahkan, ketua Panitia bertanya, ” Hai Kosim, tadi kamu pasti berdo’a pada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Kosim terdiam lalu menjawab, ” Bukan Pak, bukan itu yang aku panjatkan”, kata Kosim. Ia lalu melanjutkan, ” Sepertinya, mungkin tak adil untuk meminta pada Tuhan agar saya dapat menhalahkan orang lain. Aku hanya bermohon, agar diberi kekuatan untuk tidak menangis jika aku kalah”.
Semua hadirin terdiam mendengar pernyataan Kosim, setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan penonton.
Si Kosim tampaknya telah memberikan pembelajaran berharga bagi kita, dia tidak bermohon pada Tuhan untuk menang dalam perlombaan, dia tidak bermohon pada Tuhan untuk mengabulkan semua harapannya, Ia tidak berdo’a untuk menang dan menyakiti peserta yang lainnya. Namun Kosim bermohon pada Tuhan, agar diberi kekuatan saat menghadapi itu semua, Ia berdo’a, agar diberi kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.
Saya teringat sebuah potongan artikel yang saya pernah baca di sebuah milis,......
Mungkin telah banyak waktu yang kita perlukan untuk berdo’a pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian.
Terlalu sering kita berdo’a untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal bukankah yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya?
Kita sering lemah untuk percaya bahwa kita kuat.
Kita sering lupa dan cengeng dalam memaknai kehidupan ini.
Dimanakah semangat juang dalam menapaki setiap perjalanan berliku yang akan kita lalui?
Kita harus yakin bahwa Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya Tuhan sedang menguji setiap hambanya yang dicintainya.
Terima kasih Kosim......
Kebetulan hari ini adalah Acara Final Lomba Pacuan Kuda yang diikuti oleh anak-anak penduduk setempat di bantaran sungai yang notabene tanpa pernah melalui training khusus.
Seorang peserta bernama Kosim,.... Kuda tunggangannya nampak tidaklah istimewa bila dibandingkan dengan dengan kuda lainnya, apalagi kuda si Wandi anak Pak RT yang konon belasteran kuda Argentina mirip body kuda yang banyak dimiliki oleh salah satu Cawapres kita.
Beberapa penonton menyangsikan kekuatan kuda Kosim untuk berpacu melawan kuda peserta lainnya. Namun Kosim malah bangga dengan kuda miliknya yang dia pelihara sendiri bersama Ayahnya.
Tibalah saat yang dinantikan, semua peserta bersiap di garis start, beberapa saat kemudian, Kosim meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak komat-kamit seperti sedang berdo’a. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan do’a, lalu beberapa saat kemudian, Ia berkata, “Ya, aku siap!”.
Gong................ suara gong melengking yang dibunyikan tanda start dimulai, dengan hentakan kuat semua peserta berpacu dengan penuh semangat. “Ayo.....ayo.....hooo...hoooo....huaaaa”, begitu teriak mereka memberi semangat pada kuda tunggangannya masing-masing, ramai sekali ditambah dengan teriakan dan sorak-sorai penonton.
Sampai pada akhirnya, petugas melambaikan bendera tanda memasuki garis finish dan yang keluar sebagai pemenang adalah Kosim.
Ada yang bersorak dan tentunya ada yang kecewa karena yang berhasil menjadi peserta yang terdepan memasuki garis finish adalah Kosim. Dan tentu saja yang paling senang adalah Sang Juara Kosim. Ia berucap, dan komat-kamit lagi, ”Terima Kasih”.
Saat penyerahan piala tiba, Kosim menuju panggung dengan bangga, dan sebelum piala diserahkan, ketua Panitia bertanya, ” Hai Kosim, tadi kamu pasti berdo’a pada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Kosim terdiam lalu menjawab, ” Bukan Pak, bukan itu yang aku panjatkan”, kata Kosim. Ia lalu melanjutkan, ” Sepertinya, mungkin tak adil untuk meminta pada Tuhan agar saya dapat menhalahkan orang lain. Aku hanya bermohon, agar diberi kekuatan untuk tidak menangis jika aku kalah”.
Semua hadirin terdiam mendengar pernyataan Kosim, setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan penonton.
Si Kosim tampaknya telah memberikan pembelajaran berharga bagi kita, dia tidak bermohon pada Tuhan untuk menang dalam perlombaan, dia tidak bermohon pada Tuhan untuk mengabulkan semua harapannya, Ia tidak berdo’a untuk menang dan menyakiti peserta yang lainnya. Namun Kosim bermohon pada Tuhan, agar diberi kekuatan saat menghadapi itu semua, Ia berdo’a, agar diberi kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.
Saya teringat sebuah potongan artikel yang saya pernah baca di sebuah milis,......
Mungkin telah banyak waktu yang kita perlukan untuk berdo’a pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian.
Terlalu sering kita berdo’a untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal bukankah yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya?
Kita sering lemah untuk percaya bahwa kita kuat.
Kita sering lupa dan cengeng dalam memaknai kehidupan ini.
Dimanakah semangat juang dalam menapaki setiap perjalanan berliku yang akan kita lalui?
Kita harus yakin bahwa Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya Tuhan sedang menguji setiap hambanya yang dicintainya.
Terima kasih Kosim......
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Pencerahan
dengan judul
JUARA SEJATI
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2009/08/juara-sejati.html
.
Artikel Terkait Pencerahan
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " JUARA SEJATI "
Post a Comment
Beri komentar anda.