Kemarin secara tidak sengaja ketika pulang dari Makassar, saya satu mobil dengan orang tua siswa. Dalam perjalanan kami banyak berserita tentang anaknya yang pernah saya bina di SMA dulu yang kini baru menyelesaikan studinya di perguruan Tinggi. Salah satu potongan percakapan kami tentang anaknya yang sempat saya ingat adalah, " Dulunya anak saya pengen jadi polisi, tapi nggak saya ijinkan. Polisi sekarang sudah gak dihormati lagi Pak, berbeda sama Angkatan Darat, kayaknya kharismanya jauh lebih baik".
Akupun terhenyak, sudah seburuk itukah citra kepolisian Indonesia?
Sungguh ironis, pihak yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat justru dibenci oleh masyarakat itu sendiri. Apa yang menyebabkan masyarakat belum bisa menunjukkan kebanggaan akan eksistensi polisi? Apa karena kinerja polisi yang tidak memuaskan masyarakat, atau polisi terlalu arogan dalam menjalankan tugas dan kewajibanya?
Namun kalau melihat fenomena sekarang, pernyataan orang tua tadi, mungkin tidaklah terlalu tepat. Karena hal itu hanya pendapat pribadi. Tapi kita tidak bisa mengingkari bahwa Citra polisi masih terkadang dipandang sebelah mata. Masih ada saja segelintir masyarakat yang memberikan stigma negatif pada insitusi ini dengan hal-hal yang berbau sangar, kejam dan menakutkan.
Tudingan pelanggar HAM dan pelaku kekerasan bukan ‘mainan baru’ yang seringkali dialamatkan pada mereka ketika menjalankan tugas. Padahal konotasi pelanggar HAM itu sendiri selama ini sering salah tafsir. Dan kewenangan polisi untuk melakukan kekerasan yang dilindungi Undang-Undang justru terabaikan.
Kemana polisi unjuk profesionalismenya, ketika masyarakat tetap memandang sebelah mata? Disamping meningkatkan kinerjanya, POLRI ingin ‘bicara’ lewat film layar lebar.
Untuk meluruskan dan menegakkan citra polisi yang cenderung miring dan tidak sewajarnya di mata masyarakat, Mabes Polri melalui Kadiv Humas Polri bekerja sama dengan Putra Kusuma Production untuk memproduksi film berjudul THE POLICE.
The Police merupakan film Indonesia yang dirilis mulai 8 Oktober 2009 ini disutradarai oleh A Leung Wong. Film ini akan dibintangi antara lain oleh Vino G. Bastian, Marissa Nasution, Ki Kusumo, Ferry Irawan, Teguh Leo, Malih Tongtong, dan Fairly Wattimena.
Sebuah helikopter polisi terbang rendah mengitari bundaran Hotel Indonesia Jakarta. Di bawahnya, nampak mobil hitam bernomor B 2 KJ meluncur dengan dengan kecepatan tinggi, diikuti beberapa patroli polisi. Sesekali suara letusan senjata api terdengar memecah keriuhan suasana di siang bolong jalanan ibukota.
Aksi kejar-kejaran dan baku tembak yang menegangkan itu, berakhir menggelikan. Roy (Fairly Wattimena), gembong penjahat yang memimpin aksi tersebut berhasil meloloskan diri, hanya karena berpindah ke mobil bajaj. Tawanya meledak, bangga merasa dirinya bisa mengelabuhi polisi. Padahal, itu hanya strategi Komandan Surya (Ki Kusumo), sosok polisi berpangkat Komisaris Besar yang tegas dan menggelikan, agar bisa mengetahui keberadaan sarang mafia Coki (Ferry Irawan), bos besar dari Roy.
Ya. Jaringan mafia Coki cs memang meresahkan masyarakat. Dengan menggandeng Govinda Kumar (Ferry Fernandez), mafia narkoba dari India, Coki mengepakkan sayapnya di bisnis barang haram tersebut. Namun berkat kesigapan polisi dibawah kendali Komandan Surya yang menggabungkan empat personil terbaiknya, sindikat narkoba besar-besaran berhasil diringkus. Tentu saja, setelah melewati perjalanan panjang, menegangkan, konyol dan lumayan rumit.
Tiga diantara personil itu adalah teman satu angkatan semasa pendidikan polisi. Mereka berasal dari daerah berbeda. Jono (Vino G Bastian), berdarah Betawi, gokil dan menyebalkan, Ucok (Teguh Leo), asli Batak khas dengan logat kerasnya, dan Albert (Diaz Theo) dari Ambon yang jago otomotif. Semuanya memiliki kisah masing-masing dalam menjalani profesi sebagai polisi. Yang memilukan hingga menggelikan.
Ditangan A Leung Wong—Sutradara handal dari Hongkong yang kerap menggarap film-film Stephen Chow, tiap adegan dari film ini sarat dengan aksi yang menegangkan. Dengan bumbu komedia yang segar, A Leung Wong siap mengocok perut Anda.
Lewat mata kamera, A Leung Wong begitu fasih memanfaatkan alur cerita. Pertentangan peran menuju titik klimaks digambarkan begitu apik.
Jono dengan ayahnya H. Dulloh (H Malih) misalnya. Status sang ayah yang begitu kolot dibesut dengan pribadi sang anaknya yang hidup di era modern. Di usia yang cukup matang dengan profesi sebagai polisi, H Dulloh berharap anaknya segera menikah. Sebaliknya, hidup menjomblo juga bukan pilihan Jono.
Dibantu Ucok—sahabatnya, Jono berusaha mengejar cintanya. Sialnya, cinta Jono justru jatuh pada sosok gadis bernama Anita (Marrisa Nasution), yang belakangan diketahui adalah atasan Jono. Anita tipikal Polwan jujur dan berprestasi, disamping memiliki paras yang cantik, yang ditugaskan Komandan Surya untuk bergabung di tim pemberantasan jaringan mafia Coki Cs. Lantas, bagaimana ending kisah cinta mereka?
Peran Vino G Bastian sebagai Jono dalam film THE POLICE benar-benar di pertaruhkan. Adegan penyamaran yang mengharuskan dirinya menjadi waria, atau mesti tampil syur dengan memamerkan pantatnya, benar-benar dihayati Pemeran Pria Terbaik FFI 2008 ini. Adegan-adegan berbahaya yang menegangkan dan penuh tantangan, mampu dijalani Vino G Bastian dengan mulus.
“Film ini sarat dengan tantangan dan adegan action yang berbahaya, lengkap dengan peralatan taktis serta persenjataan milik polisi seperti helikopter, kapal perang hingga tank lapis baja. Meski demikian, kami mencoba mengemasnya dengan bumbu komedi. Drama percintaan dan aksi yang menegangkan, menjadi lain daripada yang lain jika dipadukan dengan komedi. Tentu saja tidak mengurangi citra polisi di mata masyarakat,” terang Ki Kusumo, Executive Producer Putra Kusuma Picture.
Selain dibintangi Pemeran Pria Terbaik FFI 2008 dan para artis papan atas, beberapa petinggi di lingkungan POLRI ketiban peran dalam film yang diperkirakan menghabiskan biaya produksi hingga 8 Miliar ini. Ki Kusumo sengaja mencomot A Leung Wong—Sutradara handal dari Hongkong yang kesohor menangani film-film action Stephen Cow.
Akupun terhenyak, sudah seburuk itukah citra kepolisian Indonesia?
Sungguh ironis, pihak yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat justru dibenci oleh masyarakat itu sendiri. Apa yang menyebabkan masyarakat belum bisa menunjukkan kebanggaan akan eksistensi polisi? Apa karena kinerja polisi yang tidak memuaskan masyarakat, atau polisi terlalu arogan dalam menjalankan tugas dan kewajibanya?
Namun kalau melihat fenomena sekarang, pernyataan orang tua tadi, mungkin tidaklah terlalu tepat. Karena hal itu hanya pendapat pribadi. Tapi kita tidak bisa mengingkari bahwa Citra polisi masih terkadang dipandang sebelah mata. Masih ada saja segelintir masyarakat yang memberikan stigma negatif pada insitusi ini dengan hal-hal yang berbau sangar, kejam dan menakutkan.
Tudingan pelanggar HAM dan pelaku kekerasan bukan ‘mainan baru’ yang seringkali dialamatkan pada mereka ketika menjalankan tugas. Padahal konotasi pelanggar HAM itu sendiri selama ini sering salah tafsir. Dan kewenangan polisi untuk melakukan kekerasan yang dilindungi Undang-Undang justru terabaikan.
Kemana polisi unjuk profesionalismenya, ketika masyarakat tetap memandang sebelah mata? Disamping meningkatkan kinerjanya, POLRI ingin ‘bicara’ lewat film layar lebar.
Untuk meluruskan dan menegakkan citra polisi yang cenderung miring dan tidak sewajarnya di mata masyarakat, Mabes Polri melalui Kadiv Humas Polri bekerja sama dengan Putra Kusuma Production untuk memproduksi film berjudul THE POLICE.
The Police merupakan film Indonesia yang dirilis mulai 8 Oktober 2009 ini disutradarai oleh A Leung Wong. Film ini akan dibintangi antara lain oleh Vino G. Bastian, Marissa Nasution, Ki Kusumo, Ferry Irawan, Teguh Leo, Malih Tongtong, dan Fairly Wattimena.
Sebuah helikopter polisi terbang rendah mengitari bundaran Hotel Indonesia Jakarta. Di bawahnya, nampak mobil hitam bernomor B 2 KJ meluncur dengan dengan kecepatan tinggi, diikuti beberapa patroli polisi. Sesekali suara letusan senjata api terdengar memecah keriuhan suasana di siang bolong jalanan ibukota.
Aksi kejar-kejaran dan baku tembak yang menegangkan itu, berakhir menggelikan. Roy (Fairly Wattimena), gembong penjahat yang memimpin aksi tersebut berhasil meloloskan diri, hanya karena berpindah ke mobil bajaj. Tawanya meledak, bangga merasa dirinya bisa mengelabuhi polisi. Padahal, itu hanya strategi Komandan Surya (Ki Kusumo), sosok polisi berpangkat Komisaris Besar yang tegas dan menggelikan, agar bisa mengetahui keberadaan sarang mafia Coki (Ferry Irawan), bos besar dari Roy.
Ya. Jaringan mafia Coki cs memang meresahkan masyarakat. Dengan menggandeng Govinda Kumar (Ferry Fernandez), mafia narkoba dari India, Coki mengepakkan sayapnya di bisnis barang haram tersebut. Namun berkat kesigapan polisi dibawah kendali Komandan Surya yang menggabungkan empat personil terbaiknya, sindikat narkoba besar-besaran berhasil diringkus. Tentu saja, setelah melewati perjalanan panjang, menegangkan, konyol dan lumayan rumit.
Tiga diantara personil itu adalah teman satu angkatan semasa pendidikan polisi. Mereka berasal dari daerah berbeda. Jono (Vino G Bastian), berdarah Betawi, gokil dan menyebalkan, Ucok (Teguh Leo), asli Batak khas dengan logat kerasnya, dan Albert (Diaz Theo) dari Ambon yang jago otomotif. Semuanya memiliki kisah masing-masing dalam menjalani profesi sebagai polisi. Yang memilukan hingga menggelikan.
Ditangan A Leung Wong—Sutradara handal dari Hongkong yang kerap menggarap film-film Stephen Chow, tiap adegan dari film ini sarat dengan aksi yang menegangkan. Dengan bumbu komedia yang segar, A Leung Wong siap mengocok perut Anda.
Lewat mata kamera, A Leung Wong begitu fasih memanfaatkan alur cerita. Pertentangan peran menuju titik klimaks digambarkan begitu apik.
Jono dengan ayahnya H. Dulloh (H Malih) misalnya. Status sang ayah yang begitu kolot dibesut dengan pribadi sang anaknya yang hidup di era modern. Di usia yang cukup matang dengan profesi sebagai polisi, H Dulloh berharap anaknya segera menikah. Sebaliknya, hidup menjomblo juga bukan pilihan Jono.
Dibantu Ucok—sahabatnya, Jono berusaha mengejar cintanya. Sialnya, cinta Jono justru jatuh pada sosok gadis bernama Anita (Marrisa Nasution), yang belakangan diketahui adalah atasan Jono. Anita tipikal Polwan jujur dan berprestasi, disamping memiliki paras yang cantik, yang ditugaskan Komandan Surya untuk bergabung di tim pemberantasan jaringan mafia Coki Cs. Lantas, bagaimana ending kisah cinta mereka?
Peran Vino G Bastian sebagai Jono dalam film THE POLICE benar-benar di pertaruhkan. Adegan penyamaran yang mengharuskan dirinya menjadi waria, atau mesti tampil syur dengan memamerkan pantatnya, benar-benar dihayati Pemeran Pria Terbaik FFI 2008 ini. Adegan-adegan berbahaya yang menegangkan dan penuh tantangan, mampu dijalani Vino G Bastian dengan mulus.
“Film ini sarat dengan tantangan dan adegan action yang berbahaya, lengkap dengan peralatan taktis serta persenjataan milik polisi seperti helikopter, kapal perang hingga tank lapis baja. Meski demikian, kami mencoba mengemasnya dengan bumbu komedi. Drama percintaan dan aksi yang menegangkan, menjadi lain daripada yang lain jika dipadukan dengan komedi. Tentu saja tidak mengurangi citra polisi di mata masyarakat,” terang Ki Kusumo, Executive Producer Putra Kusuma Picture.
Selain dibintangi Pemeran Pria Terbaik FFI 2008 dan para artis papan atas, beberapa petinggi di lingkungan POLRI ketiban peran dalam film yang diperkirakan menghabiskan biaya produksi hingga 8 Miliar ini. Ki Kusumo sengaja mencomot A Leung Wong—Sutradara handal dari Hongkong yang kesohor menangani film-film action Stephen Cow.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Film
/
Resensi
/
The Police
dengan judul
RESENSI FILM THE POLICE
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2009/10/resensi-film-police.html
.
Artikel Terkait Film , Resensi , The Police
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " RESENSI FILM THE POLICE "
Post a Comment
Beri komentar anda.