Pengalaman adalah guru yang terbaik, tetapi terkadang kita tidak bisa belajar dari pengalaman. Kita bisa mengambil hikmah dari setiap kesulitan yang kita hadapi dengan memanfaatkan pengalaman tersebut sebagai sesuatu yang bisa mengubah hidup kita, paling tidak kita tidak akan menemui kesulitan yang sama sepanjang perjalanan hidup kita…
Bencana alam dimana-mana, ternyata menjadi bahan seminar, diskusi publik, debat ahli tetapi sama sekali belum menyentuh kepada esensi dan hikmah dari setiap bencana yang terjadi.
Masih jelas dalam ingatan kita, kecelakaan pesawat Adam Air ketika terbang dari Jakarta tujuan Manado Januari 2007. Kita berdebat di masalah-masalah permukaan, misalnya mengapa peristiwa tersebut terjadi, mengapa korban sulit ditemukan, dan bagaimana peran lembaga yang berwenang.
Kita semua mencari solusi sesaat, ketika hari berganti bulan, bulan berganti tahun, pengalaman Adam Air, Lumpur Lapindo Sidoarjo dan peristiwa yang lainnya, tidak mengubah kebijakan yang signifikan sebagai solusi mendasar bagi kejadian-kejadian tersebut. Bahkan , yang sangat disayangkan ketika masalah tidak kunjung selesai, maka digunakan cara-cara mistis yang keluar dari aqidah agama, Naudzubillahi Mindzaliq…
Pengalaman-pengalaman yang dialami seakan-akan tidak berdampak bagi perubahan individu dan masyarakat. Pengalaman tersebut hanya menjadi perhatian sesaat setelah itu dilewatkan tanpa ada langkah kongkret untuk perbaikan.
Agar setiap pengalaman menjadi sesuatu yang bermanfaat, maka pengalaman tersebut harus diproses dalam daur belajar yang disebut sebagai experiential learning.
Experiential Learning adalah daur belajar yang menggunakan pengalaman sebagai bahan dasar belajar. Pengalaman-pengalaman pembelajar distrukturkan dengan cara melihat secara kritis dan reflektif sehingga menghasilkan hikmah yang akan dijadikan rencana tindakan selanjutnya.
Penjelasan tentang Experiential Learning akan saya bahas pada postingan selanjutnya.
Bencana alam dimana-mana, ternyata menjadi bahan seminar, diskusi publik, debat ahli tetapi sama sekali belum menyentuh kepada esensi dan hikmah dari setiap bencana yang terjadi.
Masih jelas dalam ingatan kita, kecelakaan pesawat Adam Air ketika terbang dari Jakarta tujuan Manado Januari 2007. Kita berdebat di masalah-masalah permukaan, misalnya mengapa peristiwa tersebut terjadi, mengapa korban sulit ditemukan, dan bagaimana peran lembaga yang berwenang.
Kita semua mencari solusi sesaat, ketika hari berganti bulan, bulan berganti tahun, pengalaman Adam Air, Lumpur Lapindo Sidoarjo dan peristiwa yang lainnya, tidak mengubah kebijakan yang signifikan sebagai solusi mendasar bagi kejadian-kejadian tersebut. Bahkan , yang sangat disayangkan ketika masalah tidak kunjung selesai, maka digunakan cara-cara mistis yang keluar dari aqidah agama, Naudzubillahi Mindzaliq…
Pengalaman-pengalaman yang dialami seakan-akan tidak berdampak bagi perubahan individu dan masyarakat. Pengalaman tersebut hanya menjadi perhatian sesaat setelah itu dilewatkan tanpa ada langkah kongkret untuk perbaikan.
Agar setiap pengalaman menjadi sesuatu yang bermanfaat, maka pengalaman tersebut harus diproses dalam daur belajar yang disebut sebagai experiential learning.
Experiential Learning adalah daur belajar yang menggunakan pengalaman sebagai bahan dasar belajar. Pengalaman-pengalaman pembelajar distrukturkan dengan cara melihat secara kritis dan reflektif sehingga menghasilkan hikmah yang akan dijadikan rencana tindakan selanjutnya.
Penjelasan tentang Experiential Learning akan saya bahas pada postingan selanjutnya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Experiential Learning
/
Opini
dengan judul
GURU YANG TERBAIK
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2009/11/guru-yang-terbaik.html
.
Artikel Terkait Experiential Learning , Opini
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " GURU YANG TERBAIK "
Post a Comment
Beri komentar anda.