Bangsa kita sesungguhnya adalah bangsa yang mulia, bangsa yang saling menghargai, saling mencintai, memiliki toleransi tinggi, dan memiliki sifat bergotong royong.
Gotong royong dan sikap saling menghargai sesama manusia merupakan warisan nilai budaya tinggi. Dilihat dari maknanya, gotong royong adalah nilai kultural yang berasal dari bahasa Jawa, yakni pikul atau angkat, atau sesuatu yang harus dipikul dan diangkat bersama.
Gotong royong merupakan sifat dasar yang dimiliki bangsa Indonesia dan tidak dimiliki bangsa lain di dunia. Dengan mengedepankan sikap gotong royong, akan muncul sikap tolong-menolong kepada sesama.
Tolong-menolong digerakkan oleh asas timbal balik (reciprocity). Artinya, siapa yang pernah menolong, tentu dia akan menerima pertolongan balik dari pihak yang pernah ditolongnya.
Di sinilah muncul paham kekeluargaan. Sejak dahulu, dalam kehidupan masyarakat kita, terbina suasana religius, kerukunan, gotong royong, tolong-menolong tanpa pamrih, kekeluargaan, dan solidaritas antarsesama.
Walaupun di sisi lain masih ada sebagian warga yang bersifat individualistis, hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dikalangan masyarakat perkotaan Tradisi bergotong royong kini mulai memudar, kebanggaan pada karya bangsa sendiri semakin pupus, dan semangat memperjuangkan kepentingan bersama semakin susah didapat, Bahkan kejujuran semakin langka, sementara egoisme kelompok semakin mewabah, begitu pula penghianatan sesama saudara sebangsa bertambah hebat.
Kondisi yang memprihatinkan itu bukan hanya untuk sekedar diratapi dan disesali, karena itu harus berfikir dan berusaha mengubahnya. Untuk itu diperlukan kembali tumbuhnya sikap kepahlawanan dari siapapun untuk mau berusaha keras mengubah situasi dan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara agar bisa menjadi lebih baik dan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dikalangan masyarakat perkotaan Tradisi bergotong royong kini mulai memudar, kebanggaan pada karya bangsa sendiri semakin pupus, dan semangat memperjuangkan kepentingan bersama semakin susah didapat, Bahkan kejujuran semakin langka, sementara egoisme kelompok semakin mewabah, begitu pula penghianatan sesama saudara sebangsa bertambah hebat.
Kondisi yang memprihatinkan itu bukan hanya untuk sekedar diratapi dan disesali, karena itu harus berfikir dan berusaha mengubahnya. Untuk itu diperlukan kembali tumbuhnya sikap kepahlawanan dari siapapun untuk mau berusaha keras mengubah situasi dan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara agar bisa menjadi lebih baik dan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan.
Keharmonisan budaya dan sikap masyarakat di masa dahulu berbeda dengan kehidupan modern saat ini, ketika budaya, sikap, dan tradisi tersebut terkikis, bahkan hilang dalam kehidupan bangsa kita.
Dari teori sosiologi, perubahan di Indonesia tidak merata, ada yang cepat ada juga yang lambat. sebagai perbandingannya adalah daerah Jawa dan Papua. seperti yang kita ketahui pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan sehingga masyarakatnya sudah mengalami perubahan menuju manusia modern yang segala aktifitasnya ditunjang oleh berbagai teknologi canggih. Sedangkan diPapua merupakan daerah yang penduduknya kebanyakan masih memegang teguh tradisinya dan jarang dijumpai peralatan teknologi disana, terutama didaerah pedalaman.
Terkadang kita menemukan bahwa pijakan kebenaran bukan lagi diukur dari budaya kita tapi barometernya ialah budaya barat. Sekarang mari kita mencoba berlayar di tepian budaya kita, agar tahu bahwa budaya ketimuran luar biasa mengagumkan, misalnya kegiatan Gotong royong, betapa indahnya ketika mereka berjejal-jejal menghampiri suatu tempat untuk melakukan kegiatan, mereka berkomunikasi dengan sangat akrabnya, saling bertukar fikiran, setelah itu mereka bersama-sama makan dengan lahapnya.
Perhatikan gambar dibawah ini, salah satu budaya gotong royong dikalangan suku bugis yaitu mengangkat rumah.
Sayangnya ritual seperti ini sudah semakin jarang terlihat. Selain memerlukan biaya yang cukup banyak, sudah banyak warga yang menggunakan rumah dari tembok ketimbang rumah kayu.
Alangkah hinanya dan tidak tahu malu kalau kita menampilkan budaya barat didepan bangsa barat yang semakin memupus jiwa gotong-royong kita, layaknya topeng moyet dijalan-jalan raya yang menjadi bahan ketawaan. Mari kita bertekad untuk memupuk lagi budaya yang telah lama pupus, agar mereka tidak meronta-ronta, alangkah sedapnya jika budaya kita menjadi kaca budaya negara luar. Betul ?
Dari teori sosiologi, perubahan di Indonesia tidak merata, ada yang cepat ada juga yang lambat. sebagai perbandingannya adalah daerah Jawa dan Papua. seperti yang kita ketahui pulau Jawa merupakan pusat pemerintahan sehingga masyarakatnya sudah mengalami perubahan menuju manusia modern yang segala aktifitasnya ditunjang oleh berbagai teknologi canggih. Sedangkan diPapua merupakan daerah yang penduduknya kebanyakan masih memegang teguh tradisinya dan jarang dijumpai peralatan teknologi disana, terutama didaerah pedalaman.
Terkadang kita menemukan bahwa pijakan kebenaran bukan lagi diukur dari budaya kita tapi barometernya ialah budaya barat. Sekarang mari kita mencoba berlayar di tepian budaya kita, agar tahu bahwa budaya ketimuran luar biasa mengagumkan, misalnya kegiatan Gotong royong, betapa indahnya ketika mereka berjejal-jejal menghampiri suatu tempat untuk melakukan kegiatan, mereka berkomunikasi dengan sangat akrabnya, saling bertukar fikiran, setelah itu mereka bersama-sama makan dengan lahapnya.
Perhatikan gambar dibawah ini, salah satu budaya gotong royong dikalangan suku bugis yaitu mengangkat rumah.
Sayangnya ritual seperti ini sudah semakin jarang terlihat. Selain memerlukan biaya yang cukup banyak, sudah banyak warga yang menggunakan rumah dari tembok ketimbang rumah kayu.
Alangkah hinanya dan tidak tahu malu kalau kita menampilkan budaya barat didepan bangsa barat yang semakin memupus jiwa gotong-royong kita, layaknya topeng moyet dijalan-jalan raya yang menjadi bahan ketawaan. Mari kita bertekad untuk memupuk lagi budaya yang telah lama pupus, agar mereka tidak meronta-ronta, alangkah sedapnya jika budaya kita menjadi kaca budaya negara luar. Betul ?
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Budaya
/
Opini
/
Pariwisata
dengan judul
Mari Lestarikan Budaya Gotong-Royong
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2011/04/mari-lestarikan-budaya-gotong-royong.html
.
Artikel Terkait Budaya , Opini , Pariwisata
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " Mari Lestarikan Budaya Gotong-Royong "
Post a Comment
Beri komentar anda.