Bukan Pakar SEO Ganteng

Showing posts with label Karakter. Show all posts
Showing posts with label Karakter. Show all posts

Jihad Dalam Membagun Karakter

Ditengah derasnya tuntutan membangun karakter bangsa seperti yang terdengar akhir-akhir ini, terutama pengintegrasian pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan. Saya tertarik dalam membaca sebuah opini dari Prof. Dr.Hamdan Juhannis (Guru Besar Sosiologi UIN Alauddin) dalam koran lokal hari ini.

Sebuah survey yang awalnya dianggap sebagai ‘joke’ tetapi kemudian ternyata dianggap mewakili realitas yang sesungguhnya. Survey ini tentang table manner (cara makan) beberapa bangsa saat naik pesawat terbang. Yang disurvey adalah Bangsa Amerika, Rusia, Jepang, dan Indonesia. Hasilnya adalah, Orang Amerika kalau sudah makan, sendok dan garpunya disimpan dengan cara silang dan terbalik di atas tempat makannya. Orang Jepang melakukan dengan cara silang juga tetapi dengan sendok dan garpu yang tetap terbuka. Adapun orang Rusia, sendoknya dan garpunya disimpan lurus dan terbuka. Yang menarik adalah cara makan orang Indonesia. Sendok dan garpunya tidak menyilang dan terbalik, tidak menyilang dan terbuka dan tidak pula lurus dan terbuka. Tetapi sendok dan garpu tersebut sudah tidak ada.

Mengapa joke di atas dianggap mewakili realitas prilaku bangsa Indonesia? Tentunya kita pernah mendengar pengakuan seseorang yang memang memiliki beberapa sendok dan garpu dari pesawat di rumahnya. Penumpang yang mengambil sendok adalah prilaku yang sering dianggap wajar saja. Tetapi bila ditempatkan pada konteks karakter, bisa dimaknai sebagai indikasi prilaku negatif, yakni prilaku mengambil yang bukan haknya. Bisa saja kebiasaan mengambil sendok dan garpu di pesawat itu berlanjut dengan mengambil sandal, handuk, seprei, gelas, dan peralatan hotel lainnya ketika menginap di sebuah hotel.

Anekdot di atas adalah gambaran tentang karakter bangsa. Karakter adalah watak yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk pola pikir dan prilaku. Dari prilaku korupsi yang merajalela pada berbagai segmen kehidupan bernegara, jelas menunjukkan bahwa bangsa ini sedang dititik nadir krisis karakter.

Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia. Untuk membangun karakter bangsa, haruslah diawali dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, ada baiknya kita menganalogikan proses pembelajaran di sekolah dengan proses kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu saja pembelajaran yang dapat mengadopsi semua nilai-nilai karakter bangsa yang akan dibangun.


Membangun karakter bangsa adalah sebuah Jihad. Meskipun Interpretasi Jihad sekarang ini menjadi begitu beragam, mulai dari perang melawan musuh nyata, perang melawan iblis, sampai perang melawan hawa nafsu. Tidak dipungkiri bahwa yang sering mencekoki banyak masyarakat Muslim bahwa Jihad selalu diartikan dengan perang melawan musuh nyata. Sebuah aksi dianggapnya Jihad bila seseorang itu betul-betul beraksi nyata berahadapan dengan musuh yang telah didefenisikan secara fisik. Pemahaman seperti inilah yang bisa melahirkan bom bunuh diri karena diyakininya sebagai ‘bom syahid.’

Namun, Jihad melawan musuh nyata adalah hanya sebagian dari interpretasi jihad itu. Jihad tidak selamanya harus mati. Berjihad tidak harus sampai ‘mati syahid’. Jihad bisa mengalami evolusi sesuai dengan konteksnya. Konteks yang perlu ditegakkan sekarang adalah jihad dari ‘berani mati’ ke ‘berani hidup demi kesejahteraan umat’. Konteks yang paling relevan dengan jihad hidup bangsa Indonesia saat ini adalah membangun karakter. Caranya dimulai dari paling sederhana, berhenti mengambil sendok dan garpu saat naik pesawat, berhenti menyontek saat menjadi menjadi pelajar, atau berhenti melakukan manipulasi saat mengerjakan data apapun.


Jihad membangun karakter adalah jihad hidup untuk menghidupkan nurani. Karena bila nurani mati, agamapun dijadikan sarana untuk ‘menipu’ Tuhan. Dan saya yakin, orang-orang yang suka mengambil sendok dan garpu di pesawat adalah juga orang-orang beragama. Ritual agama jalan terus tetapi ritual itu belum mampu menggugah nurani keberagamaan kita . Naudzubillah.



Denaihati
Pramudya Ksatria Budiman Karakter , Renungan , Tauziyah

GARDA TERDEPAN PENDIDIKAN KARAKTER, BUDAYA, DAN MORAL

Inilah adegan kehancuran budaya bangsa kita
Salah satu sebab utama,
dari banyak faktor yang dapat dieja
Yang sepatutnya kita sebut sambil menangis

Di dalam praktik di masyarakat kita hari ini
Terutama berlangsung sejak Reformasi
Tak ada sosok dan bentuk organisasi resminya
Tapi jaringan kerjasamanya mendunia,
Kapital raksasa mendanainya,
Ideologi gabungan melandasinya
Dengan gagasan neo-liberalisme sebagai lokomotifnya
Dan banyak media massa jadi pengeras suaranya
Dan tak ada rasa malu dalam pelaksanaannya
Inilah Gerakan Syahwat Merdeka
Dan pornografi salah satu komponen pentingnya.

Demikian potongan puisi Taufik Ismail untuk Ariel Peterpan yang berjudul Gerakan Syahwat Merdeka (Atau tentang rasa malu yang redup tenggelam di tanah air kita). Dalam seruan penghapusan pornografi atau yang disebut Deklarasi Menteng.

Beberapa spanduk yang dibawa para pendemo berseragam serba putih beberapa hari sebelumnya itu bertuliskan “Tangkap Luna Buaya, Cut Tary sekarang juga”, “Ayo ganyang teroris moral!”, “Ariel Peter Porno go to hell, perusak moral bangsa.”

SBY pun ikut mengomentari kasus video porno yang pemerannya diduga keras adalah para artis papan atas Indonesia seperti Nazriel Irham alias Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari.

SBY menyesalkan bahwa informasi mengenai video porno itu menyebar ke seantero jagad. “Seperti tak ada kabar baik di Indonesia yang tersisa,” ujar SBY ketika bersilaturahmi dengan wartawan di Istana Cipanas, Bogor, Jawa Barat, Jumat 18 Juni 2010.

Dari sisi moralitas dan tata krama, Yudhoyono mengajak para orangtua dan pemuka agama untuk menjaga moral dan budi pekerti bangsa ini. Gara-gara kasus video porno itu, nama Indonesia di luar negeri sangat terkenal tercemar. Di dalam negeri, peredaran video mesum itu tak terbendung, bahkan sampai ke siswa-siswi di bawah umur.

Pertanyaannya, ketika Indonesia ini sudah mengglobal, bahkan Indonesia sekadar menjadi kampung dari dunia global, di mana apa pun yang terjadi di kampung global itu belahan dunia lain ikut mengetahuinya, siapakah yang kemudian menjadi penjaga moral bangsa ini? Secara implisit SBY menyebut para orangtua dan pemuka agama.

Dalam konteks ini, izinkan saya menambahkan bahwa penjaga moral bangsa ini bukan hanya para orangtua dan pemuka agama saja, melainkan juga kita semua warga negara Indonesia, termasuk para pemipin baik formal maupun informal termasuk guru tentunya, yang masih memiliki moralitas. Apa moralitas bangsa Indonesia? Tak lain dan tak bukan adalah Pancasila.

Pendidikan karakter, budaya, dan moral sudah lama didengungkan oleh para pendidik kita dan telah lama juga dirintis oleh Ki Hajar Dewantara dengan tri pusat pendidikannya yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial.

Ketika pendidikan di lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan penuh kepada lingkungan sekolah, serta lingkungan sosial yang makin kehilangan kesadaran bahwa aksi mereka pada dasarnya memberikan pengaruh yang besar pada pendidikan seorang individu. Maka lingkungan sekolah (guru) menjadi garda terakhir yang terengah-engah memanggul kepercayaan tersebut.

Orang tua semakin tidak peduli dengan pendidikan anaknya yang semakin hari semakin tergerus oleh lingkungan sosial yang merusak dirinya dan hilangnya rasa hormat kepada guru yang selama ini membimbingnya di sekolah. Mereka lebih menghargai teman yang menurutnya memberikan warna bagi kehidupannya.

Jika kita mengajukan pertanyaan umum tentang siapakah yang berada di garis terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya, dan moral. Semua sepakat bahwa gurulah yang menjadi frontliner. Kesejahteraan suatu bangsa yang ditopang oleh pilar kemajuan teknologi dan ekonomi sangat bergantung pada kemajuan pendidikan karena sistem yang dibangun suatu negara tidak akan berhasil tanpa dukungan SDM yang berkualitas.

Peran guru menjadi sangat esensial dalam perpektif pengembangan pendidikan karakter, budaya, dan moral bangsa melalui proses pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya adalah pendidikan moral, budaya, dan karakter bagi semua peserta didik.

Melalui pendidikan karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral yang berkelanjutan dan sungguh-sungguh akan menghasilkan watak dan manusia Indonesia yang seutuhnya. Di satu sisi, guru berusaha dengan gigih untuk memberikan teladan bagi peserta didiknya, dan di sisi lain, pemerintah dan juga stakeholder membantu dalam meningkatkan moral, budaya, dan karakter peserta didik.

Dengan demikian akan terbina budaya kerja gotong - royong dalam rangka kemajuan bersama. Guru, digugu dan ditiru, bukan hanya menjadi slogan atau simbol semata, melainkan akan menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.

Sebuah PR berat untuk kita semuanya terutama untuk saya tentunya.

~~~~~~~~~~~~


Terima kasih untuk sang Pencetus ide Trimatra . Dalam Let's post together .Semoga dengan postingan ini akan menjadi pemicu buat kita semuanya untuk lebih peduli akan karakter, Budaya, dan Moral bangsa kita yang semoga saja tidak semakin terpuruk.