Alkisah, Sebuah pondok pesantren yang terdapat di pinggiran kampung mempunyai banyak santri dan Santriwati. Ustadz Malik Al-Farizy adalah pemimpin di pondok pesantren itu, yang sangat disegani oleh para santri karena kearifannya.
Dalam bulan Ramadhan seperti sekarang ini, tentunya sangat banyak kegiatan yang dilakukan oleh penghuni pondok, mulai dari Sahur bersama, puasa, khatam Qur’an, buka bersama, tarawih dan I’tikaf, yang kesemuanya itu dilewati oleh para santri dengan penuh suka cita.
Frandy, salah seorang santri yang dikenal usil oleh teman-temannya pada hari-hari terakhir menjelang Ramadhan nampaknya mulai menunjukkan sikap aneh.
Pada awal Ramadhan yang lalu dia dihukum karena ketahuan sedang mencuri persiapan buka puasa di dapur dan minggu lalu kembali mendapat peringatan keras karena menyatroni santriwati yang lagi masak persiapan makan sahur.
Frandy sejak kemarin cuman berdiam diri dikamar,…….. dan hanya keluar ketika waktu shalat tiba.
Ketika ba’da dhuhur, Frandy datang menghadap ustadz Malik untuk meminta maaf dan mengakui semua kesalahan yang ia pernah perbuat.
“Ustadz, saya mempunyai banyak dosa. Saya telah melakukan hal-hal buruk terhadap teman-teman dan penghuni pondok lainnya. Kini saya menyesal dan ingin meminta maaf. Bagaimana caranya agar Tuhan dapat mengampuni semua kesalahan saya?
Ustadz Malik terdiam kemudian berkata, “Ambillah bantal dari tempat tidurmu. Bawalah ketengah lapangan, bukalah bantal itu sampai semua bulu-bulu ayam dan kapas yang ada di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas perbuatan jahat yang telah kamu lakukan”.
Meskipun kebingungan, Frandy akhirnya menjalani ’hukuman’ yang diperintahkan kepadanya. Ditengah lapangan ia membuka bantal dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin.
Setelah semuanya selesai, Frandy kembali menghadap Ustadz Malik, ”Saya telah melakukan apa yang Ustadz perintahkan. Apakah kini saya sudah diampuni?”
Ustadz Malik kemudian menjawab, ”kamu belum dapat pengampunan. Kamu baru menjalankan separuh tugasmu. Kini, kembalilah ke lapangan dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang berasal dari bantal tadi.
Pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa ini adalah, tidak peduli berapa kali kita memohon maaf, kata-kata yang pernah keluar dari mulut kita akan berbekas dan menggema selamanya. Memang sebuah permintaan maaf dihari yang fitri seperti yang akan kita sambut enam hari lagi, akan bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita semua harus mengingat, bahwa semua itu tidak akan ada artinya, saat kita mengulangi kesalahan itu kembali.
Dalam bulan Ramadhan seperti sekarang ini, tentunya sangat banyak kegiatan yang dilakukan oleh penghuni pondok, mulai dari Sahur bersama, puasa, khatam Qur’an, buka bersama, tarawih dan I’tikaf, yang kesemuanya itu dilewati oleh para santri dengan penuh suka cita.
Frandy, salah seorang santri yang dikenal usil oleh teman-temannya pada hari-hari terakhir menjelang Ramadhan nampaknya mulai menunjukkan sikap aneh.
Pada awal Ramadhan yang lalu dia dihukum karena ketahuan sedang mencuri persiapan buka puasa di dapur dan minggu lalu kembali mendapat peringatan keras karena menyatroni santriwati yang lagi masak persiapan makan sahur.
Frandy sejak kemarin cuman berdiam diri dikamar,…….. dan hanya keluar ketika waktu shalat tiba.
Ketika ba’da dhuhur, Frandy datang menghadap ustadz Malik untuk meminta maaf dan mengakui semua kesalahan yang ia pernah perbuat.
“Ustadz, saya mempunyai banyak dosa. Saya telah melakukan hal-hal buruk terhadap teman-teman dan penghuni pondok lainnya. Kini saya menyesal dan ingin meminta maaf. Bagaimana caranya agar Tuhan dapat mengampuni semua kesalahan saya?
Ustadz Malik terdiam kemudian berkata, “Ambillah bantal dari tempat tidurmu. Bawalah ketengah lapangan, bukalah bantal itu sampai semua bulu-bulu ayam dan kapas yang ada di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas perbuatan jahat yang telah kamu lakukan”.
Meskipun kebingungan, Frandy akhirnya menjalani ’hukuman’ yang diperintahkan kepadanya. Ditengah lapangan ia membuka bantal dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin.
Setelah semuanya selesai, Frandy kembali menghadap Ustadz Malik, ”Saya telah melakukan apa yang Ustadz perintahkan. Apakah kini saya sudah diampuni?”
Ustadz Malik kemudian menjawab, ”kamu belum dapat pengampunan. Kamu baru menjalankan separuh tugasmu. Kini, kembalilah ke lapangan dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang berasal dari bantal tadi.
~~~~~~~~***************~~~~~~~~
Pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa ini adalah, tidak peduli berapa kali kita memohon maaf, kata-kata yang pernah keluar dari mulut kita akan berbekas dan menggema selamanya. Memang sebuah permintaan maaf dihari yang fitri seperti yang akan kita sambut enam hari lagi, akan bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita semua harus mengingat, bahwa semua itu tidak akan ada artinya, saat kita mengulangi kesalahan itu kembali.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Intermezzo
/
Pencerahan
dengan judul
MEMBAYAR KESALAHAN
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2009/09/membayar-kesalahan.html
.
Artikel Terkait Intermezzo , Pencerahan
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " MEMBAYAR KESALAHAN "
Post a Comment
Beri komentar anda.