Marilah kita menelusuri sejenak tentang kehidupan keseharian kita di negeri tercinta ini. Segala sesuatunya yang berhubungan dengan pelayanan publik, mungkin susah bahkan jarang kita temui suatu urusan yang tidak disusupi oleh makelar.
Dalam jual beli tanah, rumah, mobil dan motor, sudah lumrah ada makelar. Orang sudah sama mengetahui dan paham. Yang ini tidak usah dibicarakan, Yang menarik kita cermati yaitu makelar dalam urusan yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan ada makelarnya.
Misalnya saja, beberapa waktu lalu di media heboh berita makelar kamar perawatan rumah sakit. Ketika itu diberitakan, di rumah sakit tertentu di sebuah kota besar, dinyatakan tidak ada kamar yang kosong. Akibatnya, pasien yang sudah genting memerlukan rawat inap, harus berpikir mencari rumah sakit lain.
Di tengah keadaan seperti itu lalu muncul orang membisiki bahwa dia bisa usahakan dapat kamar, tapi harganya sekian, sambil menyebut angka di atas tarif resmi. Nah, itu satu contohnya, orang sakit dimakelari. Orang sudah susah ditambah susah lagi. alias sudah jatuh ketimpa tangga... Khan penyok jadinya?
Dalam urusan ibadah pun ada makelar yang selalu menawarkan "jasa", misalnya menawarkan seat haji tidak perlu pakai daftar tunggu. Bahkan untuk bisa mencium hajaratul aswad di Kakbah, sejumlah makelar menawarkan jasa dan orangnya dari negeri ini.
Jangan lagi dibilang makelar kasus, mungkin inilah yang paling naik daun sebulan terakhir. Sekarang semakin terungkap begitu banyak ragamnya. Gayus Tambunan, hanya satu contoh kecil, bagaimana makelar pajak bekerja sebagai perantara memanipulasi pajak para pengemplang pajak.
Padahal itu baru satu Gayus yang terbilang anak kemarin sore. Itu baru ujung kukunya, menurut istilah Susno Duadji. Lalu bagaimana pula di seantero kantor pajak? Di bea cukai? Di seantero kantor keuangan? Di seantero departemen di negeri ini, berapa banyak "Gayus"nya. Ngeri membayangkannya.
Satu lagi cerita makelar kita, yaitu makelar dalam urusan maut. Kalau contoh tadi orang sakit dimakelari, di negeri ini orang mati pun dimakelari. Khususnya di kota besar yang sulit dapat tanah kuburan. Tidak usah khawatir urusan bisa jadi mudah, tapi melalui makelar.
Ternyata permakelaran di negeri ini menjadi menarik sekali untuk dicermati, dipikirkan dan direnungkan dalam-dalam. Permakelaran sudah merambah ke mana-mana, bahkan sudah masuk ke wilayah yang seharusnya tidak perlu ada makelar. Itulah fenomena di sebuah negeri di mana orang mau serba enak secara singkat dan serba instan. Naudzubillahi Mindzaliq..
Dalam jual beli tanah, rumah, mobil dan motor, sudah lumrah ada makelar. Orang sudah sama mengetahui dan paham. Yang ini tidak usah dibicarakan, Yang menarik kita cermati yaitu makelar dalam urusan yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan ada makelarnya.
Misalnya saja, beberapa waktu lalu di media heboh berita makelar kamar perawatan rumah sakit. Ketika itu diberitakan, di rumah sakit tertentu di sebuah kota besar, dinyatakan tidak ada kamar yang kosong. Akibatnya, pasien yang sudah genting memerlukan rawat inap, harus berpikir mencari rumah sakit lain.
Di tengah keadaan seperti itu lalu muncul orang membisiki bahwa dia bisa usahakan dapat kamar, tapi harganya sekian, sambil menyebut angka di atas tarif resmi. Nah, itu satu contohnya, orang sakit dimakelari. Orang sudah susah ditambah susah lagi. alias sudah jatuh ketimpa tangga... Khan penyok jadinya?
Dalam urusan ibadah pun ada makelar yang selalu menawarkan "jasa", misalnya menawarkan seat haji tidak perlu pakai daftar tunggu. Bahkan untuk bisa mencium hajaratul aswad di Kakbah, sejumlah makelar menawarkan jasa dan orangnya dari negeri ini.
Jangan lagi dibilang makelar kasus, mungkin inilah yang paling naik daun sebulan terakhir. Sekarang semakin terungkap begitu banyak ragamnya. Gayus Tambunan, hanya satu contoh kecil, bagaimana makelar pajak bekerja sebagai perantara memanipulasi pajak para pengemplang pajak.
Padahal itu baru satu Gayus yang terbilang anak kemarin sore. Itu baru ujung kukunya, menurut istilah Susno Duadji. Lalu bagaimana pula di seantero kantor pajak? Di bea cukai? Di seantero kantor keuangan? Di seantero departemen di negeri ini, berapa banyak "Gayus"nya. Ngeri membayangkannya.
Satu lagi cerita makelar kita, yaitu makelar dalam urusan maut. Kalau contoh tadi orang sakit dimakelari, di negeri ini orang mati pun dimakelari. Khususnya di kota besar yang sulit dapat tanah kuburan. Tidak usah khawatir urusan bisa jadi mudah, tapi melalui makelar.
Ternyata permakelaran di negeri ini menjadi menarik sekali untuk dicermati, dipikirkan dan direnungkan dalam-dalam. Permakelaran sudah merambah ke mana-mana, bahkan sudah masuk ke wilayah yang seharusnya tidak perlu ada makelar. Itulah fenomena di sebuah negeri di mana orang mau serba enak secara singkat dan serba instan. Naudzubillahi Mindzaliq..
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Gayus Tambunan
/
Makelar Kasus
/
Markus
/
Opini
dengan judul
MAKELAR MENGGURITA
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2010/04/makelar-menggurita.html
.
Artikel Terkait Gayus Tambunan , Makelar Kasus , Markus , Opini
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " MAKELAR MENGGURITA "
Post a Comment
Beri komentar anda.