SEGENAP WARGA SMA NEGERI 1 LILIRIAJA MENGUCAPKAN TURUT BERDUKA ATAS BERPULANGNYA KERAHMATULLAHAWALUDDINAlumni SMA Negeri 1 Liliriaja 2011 / Mahasiswa UNHAS Jurusan Kimia 2011SEMOGA AMAL IBADAHNYA DITERIMA DISISI ALLAH SWT DAN DITEMPATKAN DITEMPAT TERBAIK DAN KELUARGA YANG DITINGGALKAN DIBERI KETABAHAN, AMIN
MAKASSAR- Seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin Makassar tewas usai mengikuti orientasi studi dan pengenalan kampus (Ospek). Penyelenggara Ospek menuturkan korban, Awaluddin tewas usai mengikuti materi outdoor yang diberikan panitia.
Tangis rekan Awaluddin pecah di ruang jenazah Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, Senin (10/10/2011).
Sebelum tewas, Awaluddin mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) Universitas Hasanuddin ini sempat menjalani perawatan di instalasi Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar. Namun akhirnya dia meninggal dunia.
Menurut keterangan keluarga korban, terdapat sejumlah luka di bagian siku korban. Mulut korban juga tak henti mengeluarkan darah.
Sementara itu, panitia penyelenggara ospek menampik adanya kekerasan dalam prosesi ospek tersebut. Namun dia mengakui korban mengeluhkan sakit saat menjelang penutupan acara.
Awaluddin mengikuti Ospek di kampusnya sejak hari selasa pekan lalu hingga minggu malam kemarin. (Ahmad Muhyiddin/SUN TV/ugo)
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Mahasiswa jurusan Kimia angkatan 2011 Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin (Unhas) Awaluddin (20) meninggal dunia wita di Rumah Sakit Umum Wahidin Sudiro Husodo, Makassar, Tamalanrea, Senin (10/10/2011) pukul 12.30
Ketua BEM FMIPA Unhas Fahruddin, dia membantah meninggalnya Awaluddin akibat kekerasan. "Kegiatan hanya dalam ruangan berupa pemberian materi dan outdoor berupa outbond berupa sit up," katanya
Fahruddinn mengakui bahwa Almarhun sempat pingsan pada hari minggu di saat kegiatan mahasiswa. "Hari pertama Awaluddin pernah pingsan karena penyakit mag," tutur Fahruddin
Ketua Jurusan Kimia FMIPA DR Firdaus Senta yang sempat datang menyambangi mayat Almarhum mengatakan bahwa jurusan sama sekali tidak mengetahui kalau ada kegiatan tersebut.
"Saya tidak tau karena sebelumnya pihak kampus sudah melarang kegiatan ospek dan semacamnya, jadi tidak pernah ada surat pemberitahuan kalau ada kegiata seperti ini, jadi kita akan berkodinasi pihak kampus,"kata Firdaus kepada wartawan.
Teman SMA almarhum Zul Arsil (19) membeberkan bahwa seminggu sebelum meninggal, Awaluddin sempat menelpon. "Ia curhat sama saya bahwa ada penamparan dari senior," ujar Zul Arsil
Sementara teman seangkatan almarhun yang sama-sama menghadiri kegiatan tersebut,Riska (18) mengungkapkan bahwa pada hari Minggu (9/10/2011) pukul 17.00 wita almarhun sempat dipapa lantaran kondisi almarhum oleng.
"Itu sudah dalam acara penutpan kak, Awaluddin dipapa keluar gabungan 408 teman-teman di koridor MIPA, dia sudah oleng kak," kata Riska.
Kematian Awaluddin menimbulkan kecurigaan, pasalnya Awaluddin tidak memiliki riwayat penyakit, "Selama ini riwayat kesehatan Awaluddin tidak sakit, tapi tadi di mulutnya keluar darah, "kata sepupu Almarhum, Rahman (29).(*)
Terlepas dari rumor tentang kematian Ananda Awaluddin. Marilah sejenak kita merenungkan tentang kematian yang sewaktu-waktu pasti akan datang. Agar kita semua bisa menjadikannya sebagai nasehat dan akan lebih hati- hati dalam melangkah menyusuri sisa hidup kita.
Rasululloh saw bersabda :”Cukuplah kematian itu sebagai nasehat”. (HR. Thabrani dan Baihaqi).Sudah semestinya kita senantiasa mengingat akan datangnya musibah terbesar itu. Seketika itu, istri, anak dan keluarga tersayang akan terpisah, pangkat yang diduduki akan hilang, harta yang dikumpulkan dengan susah payah semuanya akan ditinggalkan, dan bahkan nyawa yang dicintai akan lepas. Melalui pintu mati kita meninggalkan alam dunia, menuju alam kehidupan berikutnya, akhirat.
Orang yang melalaikan datangnya kematian, berarti kehilangan penasehat terbaiknya. Kehidupannya akan mudah tergoda dan terperosok dalam kelalaian. Keterlenaannya mengejar kehidupan dunia, kenikmatan sesaat dan bermegah-megahan membuatnya lalai mempersiapkan bekal akhirat hingga kematian menjemput. Akibat lalai dengan nasehat kematian, akhirnya hanya berujung kepada penyesalan abadi di neraka jahim.
“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi).
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.
Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga, Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.
Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”
Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.
Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa. Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.
Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.
Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Namun terkadang kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.
Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.
Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa. Fiqih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.
Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.
Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara. Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.
Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.
Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga. Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Pencerahan
/
Renungan
/
Tauziyah
dengan judul
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un
. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL
http://sisatruk.blogspot.com/2011/10/inna-lillahi-wa-inna-ilaihi-roji.html
.
Artikel Terkait Pencerahan , Renungan , Tauziyah
Ditulis oleh:
Pramudya Ksatria Budiman
-
Rating : 4.5
Belum ada komentar untuk " Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un "
Post a Comment
Beri komentar anda.