Bukan Pakar SEO Ganteng

Showing posts with label Hikmah Puasa. Show all posts
Showing posts with label Hikmah Puasa. Show all posts

Lapar Yang Membawa Hikmah

Apa sih, lapar yang punya tujuan itu? Ia adalah lapar yang bukan sekedar menahan lapar, haus yang bukan sekedar manahan haus, melainkan lapar dan hausnya manusia yang tengah berpuasa, yang menghaluskan kembali nafsu-nafsu kasar, yang menggerinda lempang niat-niat kesasar.

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Q.S.Al-Baqarah: 183)

Puasa adalah salah satu dari amalan pokok agama Islam yang tak kalah pentingnya dibanding Shalat, Zakat, Haji bahkan Jihad. Puasa dalam artian umum, sebagaimana yang banyak dilaksanakan pada zaman sebelum Islam, merupakan kebiasaan yang kerap dilaksanakan tatkala berkabung atau ditimpa musibah. Bahkan dalam Matius : 6: 16, 17 telah mewajibkan puasa terhadap umat kristen dengan kata-katanya :

”Dan apabila engkau puasa, tak usahlah engkau menyerupai orang munafik dengan muramnya....... Namun engkau ini, apabila engkau puasa, minyakilah kepala engkau dan basuhlah muka engkau”.

Menjaga diri ialah langkah preventif yang bukan sekedar bertahan dalam kediaman. Kejahatan adalah langkah baik yang terjerembab kepada keburukan. Guna menjaga langkah baik kita agar tidak sampai terjerembab ke jurang keburukan, hendaknya kita berhati-hati dalam menjaga diri. Namun, langkah preventif lewat teknik menunggu atau pasif tak akan banyak membawa hasil karena terjerembab adalah proses gerak.

Oleh karena itu, guna menolong nilai baik yang terjerembab itu, kita perlu membopongnya secara aktif, dinamis, gesit, dan jeli dengan penuh penyesuaian gerak pula.

Penyesuaian gerak yang efektif untuk nilai baik yang tengah terjerembab itu ialah ’amal saleh’ dalam artian amal tanpa pamrih apapun, termasuk pamrih materi atau pamrih pujian. Maka jelaslah..... bahwa puasanya insan yang beriman itu seyogyanya dipenuhi oleh amal saleh agar tidak tersedia drive yang kosong sebagai tempat masuknya virus-virus yang dapat menyebarkan file-file perbuatan buruk.

Oleh sebab itu, selain berlapar-lapar membersihkan diri pada bulan puasa, ada yang lebih penting lagi yang perlu kita jaga agar kita tidak terjerembab kembali ke dalam nilai buruk sebelum puasa. Apakah itu? Setelah lebaran nantinya, seyogyanya diusahakan agar kita senantiasa lapar terhadap perbuatan baik, dahaga terhadap kemaslahatan.

Manusia yang lapar terhadap perbuatan baik adalah manusia yang merasakan nikmat makan yang banyak ketika lapar. Sesuai dengan sunnah Nabi Besar Muhammad SAW, ”Makanlah ketika benar-benar lapar dan berhentilah sebelum merasakan kenyang”. Itulah lapar yang membawa hikmah, bukan hikmah yang sekedar sebulan saja, melainkan hikmah yang berdebit sepanjang sujud terhadap Allah sang pemberi Hikmah!

Yaa Allah!

Tunjukkanlah aku kepada amal kebajikan dan penuhilah hajat serta cita-cita-ku. Wahai Yang Maha Mengetahui keperluan, tanpa pengungkapan permohonan. Wahai Yang Maha Mengetahui segala yang ada didalam hati seluruh isi alam. Shalawat atas Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.

Dan sinarilah hatiku dengan terang cahaya-Mu dan bimbinglah aku dan seluruh anggota tubuhku untuk dapat mengikuti ajaran-ajaran-Mu, Demi cahaya-Mu Wahai Penerang hati para arifin.

Penuhilah bagianku dengan berkah-berkah-Mu, dan mudahkanlah jalanku menuju kebaikan-kebaikan-Mu.

Janganlah Kau jauhkan aku dari kebaikan-kebaikan-Mu, Wahai Pembeda petunjuk kepada kebenaran yang terang.

Bukakanlah bagiku pintu-pintu surga dan tutupkanlah bagiku pintu-pintu neraka, dan berikanlah kemampuan padaku untuk membaca Al-Qur’an Wahai Penurun ketenangan di dalam hati orang-orang Mu'min. berilah aku petunjuk menuju kepada keridhoan-MU.

Dan janganlah Engkau beri jalan kepada setan untuk menguasaiku. Jadikanlah sorga bagiku sebagai tempat tinggal dan peristirahatan, Wahai Pemenuh keperluan orang-orang yang meminta.

Yaa Allah!

Bukakanlah bagiku pintu-pintu karunia-MU, turunkan untukku berkah-berkah-Mu. Berilah kemampuan untukku kepada penyebab-penyebab keridhoan-MU, dan tempatkanlah aku di dalam surga-MU yang luas, Wahai Penjawab doa orang-orang yang dalam kesempitan.

Sucikanlah aku dari dosa-dosa, dan bersihkanlah diriku dari segala aib. Tanamkanlah ketaqwaan di dalam hatiku, Wahai Penghapus kesalahan orang-orang yang berdosa.

Aku memohon kepada-MU hal-hal yang mendatangkan keridhoan-MU, dan aku berlindung dengan-MU dan hal-hal yang mendatangkan kemarahan-MU, dan aku memohon kepada-MU kemampuan untuk mentaati-MU serta menghindani kemaksiatan tenhadap-MU, Wahai Pemberi para peminta.

Jadikanlah aku orang-orang yang mencintai Auliya’-MU dan memusuhi musuh-musuh-MU.
Jadikanlah aku pengikut sunnah-sunnah penutup Nabi-MU, Wahai Penjaga hati para Nabi.
Jadikanlah usahaku sebagai usaha yang disyukuri, dan dosa-dosaku diampuni, amal perbuatanku diterima, dan seluruh aibku ditutupi, Wahai Maha Pendengar dari semua yang mendengar.

Rizkikanlah kepadaku keutamaan Lailatul Qadr, dan ubahlah perkara-perkaraku yang sulit menjadi mudah. Terimalah permintaan maafku, dan hapuskanlah dosa dan kesalahanku, Wahai Yang Maha Penyayang terhadap hamba-hambanya yang sholeh.

Yaa Allah!

Penuhkanlah hidupku dengan amalan-amalan Sunnah, dan muliakanlah aku dengan terkabulnya semua permintaan.

Dekatkanlah perantaraanku kepada-MU diantara semua perantara, Wahai Yang tidak tersibukkan oleh permintaan orang-orang yang meminta.

Liputilah aku dengan rahmat dan berikanlah kepadaku Taufiq dan penjagaan. Sucikanlah hatiku dan noda-noda fitnah wahai pengasih terhadap hamba-hamba-NYA yang Mu'min.

Jadikanlah puasaku disertai dengan syukur di atas jalan keridhoan-MU dan keridhoan Rasul, yang cabang-cabangnya kokoh dan kuat berkat pokok-pokoknya, Demi ke-Nabian Muhammad SAW dan keluarganya yang suci, dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam.

Amin......... Amin......... Ya,... Rabbal Alamin.....


Denaihati

Puasa Melahirkan Kesadaran Baru



Ini sebuah cerita pengalaman puasa dari seorang sahabat. Tapi dia mengutarakannya bukan dalam istilah lazim “agama”. Dia tidak menggunakan istilah berkah, rahmat, ampunan, pahala dan sebagainya.

Katanya, puasa itu berat tapi asyik. Beratnya, bagi dia, bukan karena menahan lapar atau haus. Juga bukan berat karena menahan diri dari hubungan suami istri pada siang hari (he… he… di luar bulan puasa pun dia tidak pernah lakukan itu, katanya).

Yang berat, katanya, mengubah kebiasaan waktu makan dan minum. Dia punya kebiasaan, buka mata buka mulut. Artinya, begitu bangun pagi dia langsung sarapan, misalnya naskun (nasi kuning), nasgor (nasi goreng) atau naspur (nasi campur).

Setelah sarapan, dia lalu menyeruput kopi panas yang masih mengepul-ngepul. Dia tambah lagi dengan sebuah kebiasaan buruk, merokok. Jadinya, gelas kopinya berasap mulutnya berasap. Katanya, itulah yang paling nikmat dia rasakan, dan itulah kebiasaan yang berat dia ubah.

Ngopi dan merokok sudah jadi “ritualnya” setiap pagi. Karena itu setiap pagi di bulan puasa, dia selalu membayangkan nikmatnya menyeruput kopi panas itu. Apalagi sebelumnya, saat dia makan, dia kepedasan. Kopi diseruputnya masih mengepul, bukan dari cangkir tapi dia tuang dulu ke piring kecil.

Lalu dia bayangkan lagi nikmatnya hisapan nikotinnya. Katanya enak sekali. Selain dia merasa nyaman dengan kebiasaannya itu, dia juga merasa aman. Dia percaya, bahwa bahaya rokok bisa dieliminasi oleh kopi atau sebaliknya. Entah siapa yang mengajari dia pengetahuan keliru itu.

Jadi bagi orang itu yang berat dari puasa bukanlah lapar dan haus tapi mengubah kebiasaan nyeruput kopi.

Dia merasa loyo, justru diwaktu masih pagi, bukan karena lapar, tapi akibat berubahnya kebiasaannya.

Pada sepuluh hari pertama di setiap pagi Ramadan, dia merasa amat berat. Seolah-olah ada sesuatu yang tercabut dari dirinya. Sedikit lagi naik tingkatannya, mungkin seperti pecandu narkoba yang lagi sakau.

Kebiasaan, apalagi dirasakan nikmat, walaupun itu buruk, memang amat sukar diubah. Kebiasaan menciptakan kepada seseorang semacam comfort zone yang enggan dia tinggalkan.

Pada tingkatan yang serius, sebuah kebiasaan yang mengasyikkan telah menjadi semacam “tuhan” bagi seseorang. Kebiasaan itu lalu memperbudaknya. Kebiasaan itu membuatnya tidak bisa tidur jika belum dia lakukan.

Kebiasaan itu yang mengatur hidupnya dan memerintah dia apa yang harus dia lakukan atau tidak lakukan. Bahkan orang bisa demikian taat kepada suatu kebiasaan kendatipun melabrak ketaatannya kepada Tuhan yang sesungguhnya.

Tapi, orang itu akhirnya gembira juga. Setelah melalui masa-masa yang berat, ia memasuki yang disebutnya phase asyik, yaitu kebahagiaan hati setiap kali jelang magrib, menjelang buka.

Bahkan ia terharu. Ia yang tadinya merasa telah menjadi tawanan sebuah kebiasaan, sekadar segelas kopi panas dan sebatang rokok, berhasil melepaskan diri.

Yang dia rasakan kini betapa indahnya dan betapa bahagianya menaati Allah, Tuhan yang sesungguhnya, ketimbang menaati “tuhan kebiasaan” yang telah diciptakannya sendiri lalu memperbudaknya.

Dia menutup puasanya di bulan Ramadan dengan sebuah kesadaran baru. Dia tidak hapal bagaimana bahasa agamanya, tapi menurutnya begitulah seyogianya hasil puasa bagi seseorang, yaitu lahirnya sebuah kesadaran baru dalam dirinya.

Kesadaran melepaskan diri dari tuhan-tuhan selain Tuhan yang sejati, Allah swt.


Pramudya Ksatria Budiman Hikmah Puasa , Makna Puasa , Opini