Bukan Pakar SEO Ganteng

Showing posts with label KPK. Show all posts
Showing posts with label KPK. Show all posts

26 Tersangka Korupsi Kasus Travellers Cheque


Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 26 anggota DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka kasus travellers cheque (TC) sebagai suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom pada 2004.

"Pada pengembangan penyidikan TC, KPK tetapkan 26 tersangka baru dalam dugaan tindak pidana korupsi penerimaan pemberian TC anggota DPR periode 1999-2004," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Penetapan sebagai tersangka tersebut, ia mengatakan karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya berkaitan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

Berikut adalah 26 mantan anggota DPR periode 1999-2004 yang diduga menerima suap cek pelawat:

Fraksi Partai Golkar

  1. Ahmad Hafiz Zawawi (AHZ) Rp600 juta
  2. Marthin Bria Seran (MBS) Rp250 juta
  3. Paskah Suzetta (PSz) Rp600 juta
  4. Boby Suhardiman (BS) Rp500 juta
  5. Antony Zeidra Abidin (AZA) Rp600 juta
  6. TM Nurlif (MN) Rp550 juta
  7. Asep Ruchimat Sudjana (ARS) Rp150 juta
  8. Reza Kamarullah (RK) Rp500
  9. Baharuddin Aritonang (BA) Rp350 juta
  10. Hengky Baramuli (HB)

Fraksi PDI Perjuangan

  1. Agus Condro Prayitno (ACP) Rp500 juta
  2. Max Moein (MM) Rp500 juta
  3. Rusman Lumbantoruan (RL) Rp500 juta
  4. Poltak Sitorus (PS) Rp500 juta
  5. Williem Tutuarima (WMT) Rp500 juta
  6. Panda Nababan (PN) Rp1,45 miliar
  7. Engelina Pattiasina (EP) Rp500 juta
  8. Muhammad Iqbal (MI) Rp500 juta
  9. Budiningsih (B) RP500 juta
  10. Jeffrey Tongas Lumban (JT) Rp500 juta
  11. Ni Luh Mariani Tirtasari (NLM) Rp500 juta
  12. Sutanto Pranoto (SP) Rp600 juta
  13. Soewarno (S) Rp500 juta
  14. Matheos Pormes (MP) Rp350 juta

Fraksi PPP

  1. Sofyan Usman (SU) Rp250 juta
  2. Daniel Tandjung (DT) Rp500 juta.

Sementara itu, anggota Fraksi TNI/Polri yang diduga ikut menerima yakni, R Sulistiyadi Rp500 juta, Suyitno Rp500 juta, Darsup Yusuf Rp500 juta, berkasnya diserahkan ke pihak Militer.

Sebagaimana diberitakan, dalam persidangan 4 terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) muncul 39 nama anggota DPR RI penerima traveller’s cheque dugaan suap terpilihnya Miranda Goeltom.

Source
http://kabarnet.wordpress.com
http://id.news.yahoo.com

Profil 2 Calon Pimpinan KPK Muhammad Busyro Muqqodas dan Bambang Widjojanto



Ketua Komisi Yudisial (KY) nonaktif Muhammad Busyro Muqoddas dan advokat Bambang Widjojanto akhirnya terpilih menjadi dua calon pengganti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK telah menyerahkan dua nama hasil penyaringan itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ketua Pansel Pimpinan KPK Patrialis Akbar mengatakan, 13 anggota pansel memilih Busyro dan Bambang secara aklamasi. ''Pansel secara keseluruhan sangat kompak. Tidak ada (unsur) politik. Ini betul-betul murni seratus persen hasil pansel dan tidak ada titipan siapa-siapa. Presiden dengan senang hati menerima hasil seleksi pansel dan selanjutnya akan menyerahkan kepada DPR,'' kata Patrialis setelah menyerahkan hasil kinerja dan seleksi di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (27/6).

Didampingi para anggota pansel, Patrialis mengungkapkan bahwa pansel bekerja tanpa ada intervensi dari pihak mana pun, baik pemerintah maupun pihak luar. Pansel juga tidak terpengaruh oleh profile assessment yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW). Selain itu, lanjut Patrialis, terpilihnya Bambang yang juga merupakan pendiri ICW tidak berhubungan dengan penilaian profil calon yang dirilis LSM antikorupsi tersebut.


Profil Busyro Muqoddas

Nama Lengkap : M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum

Tanggal Lahir: 17 Juli 1952
Tempat lahir: Yogyakarta

Agama: Islam

M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum lahir pada tanggal 17 Juli 1952 di Yogyakarta. Beliau merupakan ketua sekaligus merangkap sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010.

M. Busyro Muqoddas merupakan lulusan Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 1977 dan pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia.

Beliau mengawali karier di bidang hukum di tahun 1983 sebagai Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas IslamIndonesia. Ia pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1986-1988), dilanjutkan sebagai sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia hingga tahun 1990. Gelar Magister Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tahun 1995.

Pada tahun 1995-1998 Beliau menjabat sebagai Ketua Pusdiklat dan LKBH Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Peserta pelatihan Investigasi Pelanggaran HAM berat (2004) melengkapi Curriculum Vitae-nya. Dengan karir di bidang karya ilmiah dengan menjadi penyunting buku "Politik Pembangunan Hukum Nasional" dan "Kekerasan Politik yang Over Acting" serta anggota tim riset konflik Maluku dan Tim Penulis buku "Peran Polisi dalam Konflik Sosial Politik diIndonesia".

Selain mengajar, aktivitas lain yang dijalani M. Busyro Muqoddas, adalah sebagai advokat jalanan (prodeo). Salah satu kasus yang pernah ditanganinya adalah kasus gugatan terhadap Bupati Wonosobo, atas nama pedagang pasar tradisional pada tahun 1997.

Tahun 2010, M. Busyro Muqoddas termotivasi menjadi ketua KPK, tujuannya untuk mewujudkan “jihad kemanusiaan”, memerdekakan rakyat dan bangsa dari kondisi dan fenomena perilaku kumuh secara etika dan moral.


Profil Bambang Widjojanto

Bambang lahir di Jakarta, 18 Oktober 1959. Pada tahun 1984, Bambang menyelesaikan studi di Universitas Jayabaya.

Di awal kariernya, Bambang banyak bergabung dengan lembaga bantuan hukum (LBH), seperti LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993), dan Yayasan LBH Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (1995-2000).

Bambang juga merupakan salah satu pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Karena ketekunannya di bidang hak azasi manusia, ia memperoleh penghargaan Kennedy Human Rights Award tahun 1993.

Setelah menyelesaikan studi di Universitas Jayabaya pada tahun 1984 beliau menempuh berbagai pendidikan formal maupun non formal yang terkait dengan hak azasi manusia, di USA dan Utrecht University, Netherland. Pada tahun 2001 menempuh program postgraduate di School of Oriental and Africand Studies, London University. Karena ketekunannya di bidang hak azasi manusia, pada tahun 1993 beliau memperoleh penghargaan Kennedy Human Rights Award.

Pada tahun 2002 menjadi konsultan anti KKN di Partnership of Governance Reform dan sampai saat ini bergabung dalam Tifa Foundation, Indonesian Corruption Watch (ICW) dan di Commission for Missing Person and Violent Action (KONTRAS). Karya tulisnya mengenai korupsi dan hak azasi sering dimuat di koran-koran dan majalah terkemuka Indonesia, seperti Kompas, Suara Pembaharuan, The Jakarta Post, Jawa Post dan Tempo.

Bambang juga pernah menjadi panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 154/2009). Saat ini, ia mengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dan menjadi pengacara/Tim Penasehat Hukum KPK.

Pengalaman Khusus Pencegahan dan atau Pemberantasan Korupsi, Bambang sempat menjadi anggota Gerakan Anti Korupsi (Garansi), anggota Koalisi untuk Pembentukan UU Mahkamah Konstitusi
Ia juga pernah menjadi anggota Tim Gugatan Judicial Review untuk kasus Release and Discharge, dan anggota Tim Pembentukan Regulasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu).

~~~~~~~~~~~~

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zainal Arifin Muchtar mengatakan, pilihan publik selama ini atas para calon sama dengan apa yang dihasilkan Pansel.

"Artinya sudah tepat. Sudah benar. Siapapun terpilih adalah kemenangan pemberantasan korupsi. Tetap saja pemberantasan korupsi," tegasnya kepada INILAH.COM di Jakarta, Sabtu (28/8).

Mengenai siapa yang paling unggul, Zainal menilai baik Bambang dan Busyro sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. "Dua nama ini yang paling diunggulkan. Sekali lagi memenuhi tuntuan masyarakat," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Panitia Seleksi pimpinan KPK telah menyerahkan dua nama tersebut ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Setelah itu, Presiden SBY akan menyerahkannya ke Komisi III DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sebagai salah satu pimpinan KPK. Terpilihnya satu diantara dua tersebut, tidak otomatis mengantarkannya duduk di kursi ketua KPK. Sebab akan dilakukan pemilihan ulang terkait hal tersebut.


SIAPA PENGGANTI SRI MULYANI?

Presiden SBY sudah menerima permintaan Bank Dunia yang 'membajak' Sri Mulyani untuk menjadi salah satu direktur. Per 1 Juni nanti, Sri Mulyani bukan lagi menteri keuangan kita.

Tentunya, SBY kini tengah menimbang-nimbang pengganti Sri Mulyani. Presiden punya hak prerogatif untuk memilih pembantu pentingnya itu. Nama-nama bermunculan.

Koran Tempo edisi Kamis (6/5) melansir empat nama yang dijagokan

Mereka punya berbagai kelebihan dan kekurangan. Mereka juga memiliki latar belakang yang berbeda-beda.

Sejumlah ekonom, misalnya, menjagokan Darmin Nasution adalah sosok yang paling diterima pasar untuk menggantikan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan.

Menurut ekonom Universitas Gadjah Mada, A. Tony Prasetiantono, Darmin sangat masuk akal menjadi Menteri Keuangan karena sudah terbukti andal ketika menjabat Direktur Jenderal Pajak.

"Darmin lebih cocok menjadi Menteri Keuangan daripada menjadi Gubernur Bank Indonesia,” kata Tony kepada Tempo di Jakarta kemarin. Dia menyebut Darmin paling diterima oleh pasar.

Kubu Partai Golkar misalnya punya calon lain. Politikus Bambang Soesatyo yang dikenal dekat dengan pengusaha Aburizal Bakrie pernah mengusulkan nama Anggito Abimanyu. "Dia kan wakil menteri. Jadi pengalamalannya cukup," katanya beberapa waktu lalu. Semasa menjabat Aburizal memang dikenal berseberangan dengan Sri Mulyani dalam beberapa soal kebijakan, termasuk soal penunggakan pajak perusahaan Bakrie.

Terlepas kontroversi itu, inilah beberapa kandidat yang dijagokan:

1. DARMIN NASUTION


Lahir: Tapanuli, Sumatera Utara, 21 Desember 1948

Pendidikan:
  1. Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia (1976)
  2. Doktor dari Universitas Paris, Sorbonne, Prancis (1985)
Karier:
  1. 2000 - Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan
  2. 2005 - Kepala Badan Pengawas Pasar Modal
  3. 2006 - Direktur Jenderal Pajak
  4. 2009 - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia
  5. 2010 - Pjs Gubernur Bank Indonesia

2. ANGGITO ABIMANYU


Lahir: Bogor, 19 Februari 1963

Pendidikan :
  1. Jurusan Ekonomi Pertanian UGM (S1)
  2. Pembangunan Internasional, Universitas Pennsylvania, AS (S-2)
  3. Ekonomi Lingkungan, Universitas di Pennsylvania, AS (S-3)

Karier:
  1. 1999 - Staf Ahli Menteri Keuangan
  2. 1999-2000 - Komisaris Independen Bank Internasional Indonesia
  3. 2003 - Komisaris Independen Lippobank
  4. 2004-2008 - Komisaris Telkom
  5. 2006-sekarang - Kepala Badan Kebijakan Fiskal

3. AGUS MARTOWARDOJO


Lahir: Amsterdam, 24 Januari 1956

Pendidikan:
  1. Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1984)
  2. Banking and Management Courses di State University of New York, Buffalo, dan Stanford University, Palo Alto, AS
  3. Institute of Banking and Finance, Singapura

Karier:
  1. 1984 - Bank of America NT & SA sebagai Officer Development Program dan International Loan Officer
  2. 1986-1994 - PT Bank Niaga Tbk sebagai Vice President, Corporate Banking Group di Jakarta dan Surabaya
  3. 1995-1998 - Direktur Utama di Bank Bumiputera
  4. 2002-2005 - Direktur Utama Bank Permata
  5. 2005-sekarang Direktur Utama Bank Mandiri

4. AHMAD FUAD RAHMANY


Pendidikan:
  1. Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1981)
  2. Master of Art dari Duke University, Durham, North Carolina, AS (1987)
  3. Doktor di bidang ilmu ekonomi dari Department of Economics, Vanderbilt University, Tennessee, AS (1997)
Karier:
  1. Deputy for Budgeting and Accountancy pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias
  2. Direktur Pengelolaan Surat Utang Negara dan Kepala Pusat Manajemen Obligasi Negara
  3. Kepala Badan Pengawas Pasar Modal

Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi tetap mendalami peran Sri Mulyani Indrawati terkait kasus bail out Bank Century. Wakil Ketua KPK, M Jasin mengatakan, meski menjadi pejabat penting Bank Dunia, tidak lantas membuatnya kebal hukum.

"Berdasarkan UNCAC (Konvensi anti korupsi PBB), KPK bisa menangani pejabat asing sekalipun," kata Jasin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 6 Mei 2010.

Menurut Jasin, konvensi itu menjadikan transparan penegakan hukum berlaku sama terhadap semua warga negara. "Bu Sri Mulyani kan orang Indonesia, bukan orang asing," ujar Jasin.

Menurut dia, bertempat tinggal di luar negeri tidak menjadi halangan KPK melakukan penyelidikan. "April lalu periksa pejabat BI di Washington," ujar Jasin.

Menurut dia, kini penyelidik KPK sedang mengkaji hasil pemeriksaan terhadap Boediono dan Sri Mulyani yang dilakukan pekan ini dan pekan lalu. Hasil kajian itu akan dibawa dalam gelar perkara.

Pimpinan lainnya, Chandra M Hamzah mengatakan dalam penyelidikan kasus Bank Century ini, KPK sudah sudah memeriksa 97 saksi, yakni BI 31 orang, Bank Century 39 orang, LPS 11 orang, KSSK 2 orang, serta Bapepam 2 orang, serta sejumlah pihak terkait.

"Ini masih dalam proses penyelidikan, dan dalam penyelidikan tidak ada kesimpulan sementara, jadi tidak bisa dijawab sedah sekian persen," ujarnya.


Sumber : TempoInteraktif.com dan VIVAnews

SKPP BIBIT-CHANDRA

BIBIT CHANDRA
Dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah,akhirnya bebas dari tuntutan perkara terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan dugaan pemerasan.

Kejaksaan Agung memastikan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) hari ini,Selasa (1/12/2009). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Efendy mengungkapkan, keputusan penerbitan SKPP diambil Kejaksaan dengan alasan demi kepentingan hukum, karena perkara tersebut dinilai tidak layak untuk dibawa ke pengadilan.

Kebijakan Kejagung dalam menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus Bibit-Chandra yang rencananya paling lambat pukul 13.00 hari ini menuai kritik pedas. dan menurut beberapa kalangan seharusnya Kejaksaan lebih tegas dan mengeluarkan deponering.

Seperti halnya Ahmad Rifai, salah seorang anggota tim kuasa hukum Bibit-Chandra Senin kemarin menyatakan bahwa penerbitan SKPP ini untuk menyelamatkan kepolisian

Namun semua kontroversi itu dibantah oleh Jampidsus, bahwa penerbitan SKPP Bibit-Chandra sudah diperhitungkan dengan pertimbangan yang matang dari berbagai aspek,
"Ini tidak tiba-tiba. Saya sudah diskusi dengan Jaksa Agung (Hendarman Supandji)," kata Marwan.

Dalam kesempatan jumpa pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (30/11/2009) kemarin. Jampidsus Marwan Efendy mengemukakan alasan lain dihentikannya kasus Bibit-Chandra karena adanya aspek sosiologis.

"Pertama adanya suasana kebatinan yang membuat perkara tersebut tidak layak diadukan ke pengadilan, karena lebih banyak mudarat dari manfaatnya,"

kedua, lanjut Marwan, untuk menjaga keterpaduan atau harmonisasi lembaga penegak hukum yakni kejaksaan, kepolisian, dan KPK dalam menjalankan tugasnya.

Ketiga, masyarakat memandang perbuatan Bibit-Chandra tidak layak untuk dipertangungjawabkan kepada keduanya, karena perbuatannya melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam memberantas korupsi yang membutuhkan terobosan hukum.

Apakah ada kemungkinan alasan lain, mungkin para pengamat politik dari dunia blogosphere dapat mensharingnya di kotak komentar di bawah…….


Pramudya Ksatria Budiman berita , KPK

BIBIT DAN CHANDRA BEBAS ?

Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah Rabu (4/11) dinihari menghirup udara bebas. Ini setelah permohonan penangguhan penahanan mereka yang diajukan tim pencari fakta dan kuasa hukumnya dikabulkan Mabes Polri. Sekitar pukul 24.00 WIB, kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu keluar dari Gedung Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Selain kerabat, sejumlah anggota KPK juga hadir di Gedung Bareskrim untuk menyambut pembebasan Bibit dan Chandra. Saat meninggalkan Mabes Polri, kedua tersangka kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang itu tidak banyak memberikan komentar.

Bibit dan Chandra langsung menuju KPK untuk berdiskusi dengan tim pembela KPK untuk membahas langkas selanjutnya. Sebelumnya, kedua pimpinan KPK non aktif itu sempat ditahan selama lima hari di Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Kebijakan Markas Besar Polri untuk melepaskan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dari penjara bukan karena tekanan publik. Tetapi, demi kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan nasional.

Demikian disampaikan Kadiv Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, dalam konferensi pers di Ruang Rupatama, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Selasa (3/11/2009). "Bukan karena tekanan, mari kita ajarkan kepada masyarakat bahwa ada proses hukum ke depan," ujarnya.

Nanan menjelaskan, Polri baru menerima surat permohonan penangguhan penahahan dari kuasa hukum Bibit dan Chandra malam ini. "Dan diproses, dan malam ini juga kapolri (menyetujui) demi untuk kepentingan yang lebih besar," katanya.

Selanjutnya, sambung Nanan, Kapolri akan menyerahkan tim penyidik kasus Bibit dan Chandra untuk dimintai keterangan oleh Tim Pencari Fakta yang dibentuk presiden. "Mudah-mudahan ini dapat menentramkan seluruh masyarakat. (Polri) tidak ada kepentingan apapun, hanya kepentingan penegakan hukum," ujarnya.


~~~~0000~~~~

Sebelumnya Menkominfo Tifatul Sembiring mengimbau agar media massa mengapresiasi permintaan maaf Kapolri terkait penggunaan istilah 'cicak dan buaya.' Karena sudah minta maaf, tidak selayaknya polisi ditekan terus.

"Saya lihat begini, orang kan minta maaf. Kita juga apresiasi. Jangan orang minta maaf ditekan terus, itu tidak layak juga. Baru sekali ini saya dengar Pak Kapolri melakukan permintaan maaf secara resmi," kata Tifatul usai rakor di Kantor Menko Perekonomian, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/11/2009).

Menurut Tifatul, dengan adanya permintaan maaf itu, seyogyanya media massa bisa memenuhi permohonan Kapolri agar istilah 'cicak dan buaya' itu tidak lagi digunakan. Meski begitu, Tifatul juga mengaku tidak bisa melarang jika istilah tersebut tetap digunakan.

"Itu bukan permintaan. Beliau mohon istilah itu tidak dikembangkan lagi cicak dan buaya itu. Kalau itu tidak dipenuhi ya terserah, namanya juga orang minta maaf. Kalau saya orang minta maaf ya dimaafkan," kata Tifatul.

Pada Senin kemarin, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri meminta agar media massa tidak mengembangkan istilah 'buaya' dan 'cicak' sebagai istilah Polri vs KPK. Kapolri meminta maaf karena ada oknum Polri yang membuat istilah itu.

Dirangkum dari berbagai Sumber.

Pramudya Ksatria Budiman berita , KPK

RANI JULIANI MAKIN CANTIK


Sekira tiga bulan lalu, nama Rani Juliani menjadi misteri dari peristiwa pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Rani, yang berprofesi sebagai caddy atau pendamping pemain golf itu terlibat cinta segitiga yang menyebabkan Nasrudin tewas ditembak.

Selang tiga bulan kemudian atau tepatnya Jumat (26/6/2009), siang, Rani Juliani muncul di hadapan para pemburu berita. Sempat tak percaya, namun para wartawan akhirnya menyadari jika wanita rambut sebahu itu benar-benar Rani Juliani. Senyum manis pun mengembang dari bibir wanita berusia 22 tahun itu.

Rani tampak lebih cantik dibandingkan foto-fotonya yang beredar di berbagai media massa ketika kasus Nasrudin sedang booming. Rani yang kini berpotongan rambut sebahu dan bermakeup tebal ini saat disapa beberapa wartawan hanya menjawab singkat disertai senyum.

"Iya, baik," jawabnya ramah dengan senyum yang belum terlepas dari bibirnya.

Gadis yang mantan caddy PT Modernland Golf Tangerang ini mendatangi Polda Metro untuk menjalani pemeriksaan sebagai atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dengan tersangka Ketua KPK (non aktif) Antasari Azhar.

Janda Nasrudin Zulkarnaen berhasil mengecoh para wartawan yang menunggunya keluar dari ruang pemeriksaan di gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Para jurnalis dan fotografer dari berbagai media awalnya mengira Rani Juliani akan keluar melalui pintu Direktorat Reserse dan Kriminal Umum karena sejumlah personel polisi menjaga ketat area tersebut.

Tak berselang lama sekira pukul 15.45 WIB terlihat sebuah mobil Kijang warna silver bernomor polisi B 22 WW meluncur dari arah ruang Kapolda Irjen Pol Wahyono. Di dalam mobil terlihat tiga orang, yaitu Rani, seorang sopir, serta penyidik.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, keluarnya Rani dari ruang pemeriksaan secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari adanya pihak yang membuntuti kendaraan yang akan membawanya kembali ke tempat persembunyian.

Misteri pembunuhan bos PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen sedikit demi sedikit mulai terbuka. Apalagi, polisi sudah memeriksa Rani Juliani yang memang menjadi saksi kunci dalam pembunuhan dilatari cinta segitiga itu.

Rani yang tiba di Polda Metro Jaya, Jumat (26/6/2009) siang, langsung masuk ke ruangan Reskrimum Polda Metro Jaya. Rani diperiksa sejak pukul 11.35 WIB. Lantas apa pemeriksaan yang dilakukan polisi terhadap Rani?

"Selain soal pertemuan di Hotel Grand Mahakam, kemudian tentang sms, apakah Rani betul pernah melihat sms ini dan apa saja yang dikatakan sebelum Nasrudin meninggal," kata Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol, M Iriawan kepada wartawan di kantornya, Jakarta. Saat ini Rani masih menjalani pemeriksaan di Direskrimum.

Namun sayang, Iriawan tidak menjelaskan apa isi pesan singkat dari Nasrudin kepada Rani Juliani yang juga menjadi istri siri dari Bos PT Putra Rajawali Banjaran itu.

Rani juga mengaku pernah diajak Nasrudin untuk ke DPR, menyampaikan pertemuan dengan Antasari di kamar 803 Gran Mahakam pada 23 Mei 2008. "Namun Rani menolak permintaan itu dengan alasan, kita kan orang kecil," kata Iriawan menirukan.

Gimana kelanjutan kisah ini????

Sumber : http://news.okezone.com
Pramudya Ksatria Budiman KPK , Rani Juliani