Profil
Busyro Muqoddas Nama Lengkap :
M. Busyro Muqoddas, S.H., M.HumTanggal Lahir: 17 Juli 1952
Tempat lahir: Yogyakarta
Agama: Islam
M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum lahir pada tanggal 17 Juli 1952 di Yogyakarta. Beliau merupakan ketua sekaligus merangkap sebagai anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010.
M. Busyro Muqoddas merupakan lulusan Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 1977 dan pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia.
Beliau mengawali karier di bidang hukum di tahun 1983 sebagai Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas IslamIndonesia. Ia pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1986-1988), dilanjutkan sebagai sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia hingga tahun 1990. Gelar Magister Hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tahun 1995.
Pada tahun 1995-1998 Beliau menjabat sebagai Ketua Pusdiklat dan LKBH Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Peserta pelatihan Investigasi Pelanggaran HAM berat (2004) melengkapi Curriculum Vitae-nya. Dengan karir di bidang karya ilmiah dengan menjadi penyunting buku "Politik Pembangunan Hukum Nasional" dan "Kekerasan Politik yang Over Acting" serta anggota tim riset konflik Maluku dan Tim Penulis buku "Peran Polisi dalam Konflik Sosial Politik diIndonesia".
Selain mengajar, aktivitas lain yang dijalani M. Busyro Muqoddas, adalah sebagai advokat jalanan (prodeo). Salah satu kasus yang pernah ditanganinya adalah kasus gugatan terhadap Bupati Wonosobo, atas nama pedagang pasar tradisional pada tahun 1997.
Tahun 2010, M. Busyro Muqoddas termotivasi menjadi ketua KPK, tujuannya untuk mewujudkan “jihad kemanusiaan”, memerdekakan rakyat dan bangsa dari kondisi dan fenomena perilaku kumuh secara etika dan moral.
Profil
Bambang WidjojantoBambang lahir di Jakarta, 18 Oktober 1959. Pada tahun 1984, Bambang menyelesaikan studi di Universitas Jayabaya.
Di awal kariernya, Bambang banyak bergabung dengan lembaga bantuan hukum (LBH), seperti LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993), dan Yayasan LBH Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (1995-2000).
Bambang juga merupakan salah satu pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Karena ketekunannya di bidang hak azasi manusia, ia memperoleh penghargaan Kennedy Human Rights Award tahun 1993.
Setelah menyelesaikan studi di Universitas Jayabaya pada tahun 1984 beliau menempuh berbagai pendidikan formal maupun non formal yang terkait dengan hak azasi manusia, di USA dan Utrecht University, Netherland. Pada tahun 2001 menempuh program postgraduate di School of Oriental and Africand Studies, London University. Karena ketekunannya di bidang hak azasi manusia, pada tahun 1993 beliau memperoleh penghargaan
Kennedy Human Rights Award.
Pada tahun 2002 menjadi konsultan anti KKN di
Partnership of Governance Reform dan sampai saat ini bergabung dalam Tifa Foundation,
Indonesian Corruption Watch (ICW) dan di
Commission for Missing Person and Violent Action (KONTRAS). Karya tulisnya mengenai korupsi dan hak azasi sering dimuat di koran-koran dan majalah terkemuka Indonesia, seperti Kompas, Suara Pembaharuan, The Jakarta Post, Jawa Post dan Tempo.
Bambang juga pernah menjadi panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 154/2009). Saat ini, ia mengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, dan menjadi pengacara/Tim Penasehat Hukum KPK.
Pengalaman Khusus Pencegahan dan atau Pemberantasan Korupsi, Bambang sempat menjadi anggota Gerakan Anti Korupsi (Garansi), anggota Koalisi untuk Pembentukan UU Mahkamah Konstitusi
Ia juga pernah menjadi anggota Tim Gugatan Judicial Review untuk kasus Release and Discharge, dan anggota Tim Pembentukan Regulasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu).
~~~~~~~~~~~~
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zainal Arifin Muchtar mengatakan, pilihan publik selama ini atas para calon sama dengan apa yang dihasilkan Pansel.
"Artinya sudah tepat. Sudah benar. Siapapun terpilih adalah kemenangan pemberantasan korupsi. Tetap saja pemberantasan korupsi," tegasnya kepada INILAH.COM di Jakarta, Sabtu (28/8).
Mengenai siapa yang paling unggul, Zainal menilai baik Bambang dan Busyro sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. "Dua nama ini yang paling diunggulkan. Sekali lagi memenuhi tuntuan masyarakat," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Panitia Seleksi pimpinan KPK telah menyerahkan dua nama tersebut ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah itu, Presiden SBY akan menyerahkannya ke Komisi III DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sebagai salah satu pimpinan KPK. Terpilihnya satu diantara dua tersebut, tidak otomatis mengantarkannya duduk di kursi ketua KPK. Sebab akan dilakukan pemilihan ulang terkait hal tersebut.